ahmad hudori. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Facebook Budaya Remeh - Temeh

Dibandingkan dengan situs-situs pertemanan lainnya, Facebook boleh dibilang kini menjadi yang terdepan. Pengguna Facebook dari hari ke hari semakin bertambah jumlahnya. Tahun 2007 lalu, pengguna Facebook baru mencapai 40 juta orang. Kini pengguna situs pertemanan ini ditaksir sekitar 183.771.740.
Data bulan Maret 2009 menunjukkan, pengguna Facebook terbanyak adalah Amerika Serikat (AS) yaitu berjumlah 55.329.460, disusul kemudian oleh Inggris (17.765.160), Kanada (11.655.980), Turki (9.957.180) dan Prancis (8.742.900). Jumlah pengguna Facebook di Indonesia sendiri saat ini sekitar 2.236.380.

Meskipun Facebook melahirkan sejumlah manfaat, seperti menyambung tali silaturahim, menambah teman dan memperluas jejaring sosial serta bisnis, harus diakui keberadaan situs pertemanan ini juga memunculkan sejumlah dampak negatif. Salah satunya adalah menimbulkan kecanduan.

Jika kecanduan itu masih dalam tahap ringan, mungkin tidak terlalu merisaukan. Akan tetapi, jika kecanduan ini sudah dalam tingkat berat dan serius maka akan sangat mengkhawatirkan, bukan hanya pada kesehatan mental kita, namun juga pada kesehatan hubungan kita dengan orang-orang terdekat.
Menurut pengamatan Idris Moottee, penulis buku bertajuk “Ten Lessons Of Innovation”, yang juga mantan konsultan di McKinsey Global Institute, semakin banyak saja pengguna Facebook dewasa ini yang mulai dihinggapi apa yang diistilahkan sebagai Facebook addiction disorder (FAD). Mereka yang didiagnosa mengidap FAD paling tidak menunjukkan gejala-gejala seperti ini.

Pertama, makin meningkatnya kebutuhan waktu untuk mengakses Facebook demi untuk mencapai kepuasaan diri lewat aktivitas mengunggah foto pribadi, menulis status serta komentar, berbincang (chatting) maupun menulis blog (blogging).
Kedua, merasa gelisah, stres, merasa ada sesuatu yang kurang serta tidak nyaman tatkala tidak membuka Facebook.
Ketiga, aktivitas-aktivitas rekreasional dan sosial semakin terkurangi dan atau beralih ke Facebook. Misalnya, ketimbang menelefon kawan kita untuk memastikan janji yang telah dibuat, maka kita lebih senang memastikan janji itu lewat Facebook.
Keempat, ketika kita bertemu orang lain, selain kita memperkenalkan diri, kita juga menanyakan alamat Facebook orang bersangkutan.

Remeh
Dampak lain dari Facebook yaitu menyuburkan budaya pesohor (celebrity culture). Salah satu ciri budaya pesohor adalah ingin selalu diperhatikan dan dianggap penting. Jalan untuk selalu diperhatikan dan dianggap penting ini antara lain dengan mengumbar berbagai hal remeh temeh kepada khalayak.
Maka, yang terjadi adalah bermunculannya hal-hal remeh temeh yang dicuatkan oleh kalangan pengguna Facebook, layaknya para pesohor yang lapar perhatian dan publisitas. Chris Wilson dari majalah Slate mencatat, rata-rata satu minggu ada sekitar 125 juta hal remeh temeh yang ditulis para pengguna Facebook.
Faktanya, tidak jarang sebagian pengguna Facebook ini menuliskan hampir saban menit hal-hal remeh temeh yang mereka sedang rasakan atau lakukan demi untuk diketahui sekaligus dikomentari oleh para pengguna Facebook lainnya yang terhubung dengannya.
Mulai dari aktivitas menyeruput kopi di kedai kopi modern di pusat perbelanjaan, bangun pagi terlambat hingga warna rambut yang baru saja diganti bisa menjadi hal-hal yang dianggap sangat penting oleh pengguna Facebook untuk diungkap ke khalayak.

Menuliskan setiap menit apa-apa yang sedang dipikirkan, dirasakan dan dialami akhirnya seolah menjadi “menu wajib” bagi sebagian besar pengguna Facebook saat ini. Padahal, jika hal ini terus-menerus dilakukan, bukan tidak mungkin akan bisa melahirkan gangguan perilaku yang lebih serius.

Tim dokter di Cedars Sinai Medical Center (CSMC), Los Angeles, AS,  menyebutkan bahwa kini mulai ada tanda-tanda meningkatnya pasien pengidap Facebook status syndrome (FSS). Mereka ini adalah para pengguna Facebook yang terbiasa menuliskan hal-hal remeh temeh setiap saat lewat Facebook.
Menurut Harold Blowcik, salah satu dokter di CSMC, pasien pengidap FSS ini tidak bisa lagi mengendalikan dirinya dan akhirnya kerap secara tiba-tiba mengungkapkan apa-apa yang sedang dilakukannya secara verbal saat mereka sedang berada di tengah-tengah khalayak.

Budak teknologi
Kita harus akui, kemajuan teknologi di satu sisi memang membawa manfaat besar bagi para penggunanya, termasuk dalam hal ini keberadaan Facebook yang dari hari ke hari semakin digandrungi oleh sebagian masyarakat kita.

Hanya saja, di sisi lain, tatkala teknologi itu ternyata malah menguasai diri si pengguna, tidak menutup kemungkinan yang terjadi adalah lahirnya sejumlah gangguan perilaku yang bisa membahayakan baik secara medis maupun sosial.
Jika ini yang terjadi pada diri kita, maka sesungguhnya kita telah menjadi budak sekaligus korban teknologi. Pada titik ini, teknologi akhirnya cenderung membawa lebih banyak mudharat ketimbang manfaat bagi diri kita. Wallahu a’lam.

* Oleh Djoko Subinarto Penulis lepas, alumnus Universitas Padjadjaran, Bandung

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut