ahmad hudori. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Matahari Tenggelam Di Amerika Serikat

Semua kerajaan, tidak peduli betapa pun indahnya, dipastikan akan menurun dan jatuh. Kita sudah meyakini bahwa bahkan dalam periode kita sendiri pun, sejarah akan bergerak secara siklis - dan perlahan tenggelam. Ancaman lingkungan atau demografis terhadap kita semua tampak sangat rentan dan selalu terasa dekat. Dalam sebuah tahun pemilihan, siapa yang benar-benar peduli?

 
Namun ada kemungkinan bahwa seluruh kerangka siklus, pada kenyataannya, selalu cacat. Bagaimana jika sejarah tiba-tiba bergerak cepat seperti mobil sport? Bagaimana jika keruntuhan datang tiba-tiba, seperti pencuri di malam hari?

Negara-negara besar selalu beroperasi di suatu tempat dengan dalih ketertiban dan kekacauan. Mereka muncul selama beberapa waktu, tetapi pada kenyataannya, terus-menerus beradaptasi. Tapi sebuah pemicu kecil akan memutnahkan semuanya, memicu fase ''transisi''dari keseimbangan terhadap krisis; seekor kupu-kupu sayapnya patah di Amazon dan menyebabkan angin topan di Inggris tenggara.

Terlepas dari apakah itu diktator atau demokrasi, setiap unit politik besar-besaran adalah suatu sistem yang kompleks. Sebagian besar kerajaan besar memiliki kewenangan pusat nominal, baik seorang kaisar turun-temurun atau seorang presiden terpilih, tetapi dalam praktiknya kekuasaan setiap penguasa individu merupakan fungsi dari jaringan ekonomi, hubungan sosial dan politik, di mana pun dia memimpin.



Dengan demikian, banyak negara (kerajaan) yang menunjukkan ciri-ciri lain sistem adaptif yang kompleks—termasuk kecenderungan untuk bergerak dari stabilitas ke ketidakstabilan dengan tiba-tiba. Tapi kenyataan ini jarang dikenal karena kecanduan kita akan teori siklus sejarah.

Monarki Bourbon di Prancis misalnya. Intervensi Prancis terhadap para pemberontak pemerintahan kolonial Inggris di Amerika Utara pada 1770-an tampak seperti kesempatan untuk membalas dendam, setelah kemenangan Britania Raya dalam Perang Tujuh Tahun pada dekade sebelumnya. Tapi jangan lupa, setelah itu, Prancis menjadi negara kritis.

Pada bulan Mei 1789, Estates-General, majelis perwakilan Perancis, memicu reaksi politik berantai yang menyebabkan jatuhnya legitimasi kerajaan di Prancis dengan begitu cepat. Hanya empat tahun kemudian, pada bulan Januari 1793, Louis XVI dipenggal dengan guillotine.

Sekarang, matahari terbenam di Kerajaan Inggris dengan begitu tiba-tiba. Apa yang terjadi dengan Amerika Serikat hari ini?

Hal yang paling jelas adalah bahwa kekaisaran selalu jatuh berhubungan dengan krisis fiskal –ketidakseimbangan yang tajam antara pendapatan dan pengeluaran, dan biaya utang publik.



Pikirkan Ottoman Turki di abad ke-19: utang meningkat dari 17 persen dari pendapatan di tahun 1868 menjadi 32 persen pada tahun 1871, dan sampai 50 persen pada tahun 1877, dua tahun setelah disintegrasi Kekaisaran Ottoman Balkan. Dan lihat pula Inggris pada abad ke-20. Pada pertengahan tahun 1920, utang menyerap 44,5 persen dari total pengeluaran pemerintah, melebihi pengeluaran pertahanan setiap tahun sampai 1937.

Tapi masalah nyata Britania Raya setelah tahun 1945, ketika sebagian besar beban utang setara dengan sekitar sepertiga dari produk domestik bruto, dan itu berada di tangan asing.

Lonceng alarm sekarang tengah berdering sangat keras di Washington, karena Amerika Serikat sedang merenungkan defisit tahun 2010 lebih dari $ US1.47 triliun—sekitar 10 persen dari PDB, untuk dua tahun belakangan ini berturut-turut.

Sejak tahun 2001, utang federal AS di tangan publik meningkat dua kali lipat dari 32 persen menjadi 66 persen per tahun depan. Diprediksi, utang AS akan mencapai 344 persen pada tahun 2050! Jumlah ini mungkin terdengar fantastis. Tapi posisi fiskal Amerika Serikat saat ini lebih buruk daripada Yunani. Bedanya, Yunani bukanlah kekuasaan global. Dalam perspektif historis, kecuali sesuatu yang radikal dilakukan segera, Amerika Serikat menuju ke Bourbon di wilayah Prancis. Atau mungkin ke wilayah Turki Ottoman. Atau ke wilayah Britania setelah perang.



Untuk saat ini, dunia masih mengharapkan Amerika Serikat. Tapi seperti kata-kata terkenal Churchill: semua alternatif sudah habis. Dengan krisis utang di Eropa, resesi dan deflasi, hasil obligasi yang rendah, semua mungkin hanya tinggal sejarah. Oleh karena itu ada insentif yang kuat bagi mereka di Kongres AS untuk menunda reformasi fiskal.

Dan ingat, setengah utang federal AS di tangan publik di tangan kreditur asing. Dari jumlah itu, seperlima (22 persen) dipegang oleh otoritas moneter dari Republik Rakyat Cina, turun dari 27 persen pada bulan Juli tahun lalu. Cina kini memiliki perekonomian terbesar kedua di dunia dan hampir pasti menjadi saingan utama Amerika di abad ini, khususnya di kawasan Asia-Pasifik.

Tenang, diam-diam, orang Cina mengurangi eksposur mereka ke obligasi Departemen Keuangan AS. Mungkin mereka telah melihat apa sisa dari investor di dunia yang pura-pura tidak melihat bahwa program fiskal AS benar-benar tidak berkelanjutan.

Implikasi mendalam tidak hanya bagi Amerika Serikat, tetapi juga untuk semua negara yang telah bergantung padanya, langsung atau tidak langsung, terutama secara keamanan. Setelah Amerika sendiri, mungkinkah negara-negara Arab pun yang selama ini bermitra kuat dengan AS akan pula rontok? (sa/theage)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jadilah-engkau-ahlul-mujahadah.


Ibnu Qayyim Al-Jauzi mengatakan, orang-orang yang berhak mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ itu, tidak mudah. Tentu untuk mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ itu memerlukan mujahadah dan tajarrud (totalitas). Mujahadah dengan segala jiwa dan raganya agar mencapai maqam yang hendak dituju. Tidak mungkin hanya dapat dicapai dengan bentuk raganya, tanpa jiwa dan bathinnya ikut bermujahadah.

Diantaranya, golongan pertama yang berpendapat, bahwa ibadah yang paling utama dan paling bermanfaat, ialah yang paling berat dan paling sulit atas jiwa. “Karena ia paling jauh dari hawa nafsu, dan merupakan hakikat ta’abud. Pahala diberikan berdasarkan kadar kesulitannya.” Seperti diriwayatkan dalam sebuah hadist, “Amal yang paling utama ialah yang paling sulit dan paling melarat.”

Mereka ini adalah ahlul mujahadah dan orang-orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu. Di tengah-tengah beratnya godaan, yang terus-menerus dialami dengan segala bentuknya, dan mereka dapat selamat dari semua godaan, tanpa sedikitpun tersentuh oleh godaan dan hawa nafsu yang datang dari setan. Golongan ini, berkata, “Sesungguhnya jiwa hanya dapat lurus dengan ibadah yang sulit dan berat, karena jiwa mempunyai karakter malas, dan menyukai kerendahan dan kehinaan. Ia tidak dapat menjadi lurus, kecuali dengan melakukan hal-hal yang berat dan memikul kesulitan.”

Meninggalkan segala kenikmatan, kemewahan, angan-angan akan keindahan dunia, harta yang banyak , semuanya harus dipupus. Selain itu, harus meninggalkan orang-orang yang selalu menawarkan kenikmatan, keindahan, pangkat, serta buaian wanita-wanita yang cantik, dan dengan segala bujukan keindahan dan kenikmatan yang selalu ditawarkannya. Semuanya itu hanyalah akan mendera jiwa dan bathinnya,dan tak akan dapat membuat dirinya mencapai maqam 'Iyyaka Na'budi wa Iyyaka Nata'in".

Tidak mungkin dapat mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ bagi jiwa dan bathin orang-orang yang terus menerus hidupnya dipenuhi dengan khayalan dan dikotori oleh kehidupan dunia, yang tidak pernah henti-henti. Kehidupan dunia hanyalah ambisi orang-orang yang lalai, dan tidak menyukai maqam ‘Iyyaka Na’budu”, karena hakikatnya mereka tidak lagi mempercayai janji dari Allah Azza Wa Jalla. Mereka ini hanyalah menjadi budak dunia, dan kemudian berwala’ (memberikan loyalitasnya) kepada hamba-hamba setan.

Bagi mereka yang menginginkan maqam ‘Iyyaka Na’budu’, hanya dapat dicapai dengan melakukan hal-hal yang berat dan memikul kesulitan. Kesulitan dan beban berat yang harus dipikul, pasti akan bermunculan dalam kehidupan ini, terutama bagi mereka yang ingin mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’, karena tantangan dalam kehidupan jahiliyah, yang tak lagi mengenal batas-batas, yang sudah ditetapkan dalam Qur’an dan Sunnah. Kencintaan pada hawa nafsunya telah membawa mereka meninggalkan segala kebaikan yang bersifat fitrah yang diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla kepada mereka.

Bagi mereka yang ingin menggapai maqam 'Iyyaka Na'budu", orientasi hidup mereka hanyalah mencari ridho Allah. Tidak mencari ridho makhluk termasuk manusia. Ketika, ibadah utama di masa jihad adalah mengutamakan jihad, dan meninggalkan wirid-wirid, seperti shalat malam, dan puasa sunah pada siang hari, bahkan sampai meninggalkan kesempurnaan shalat fardhu seperti dalam kondisi aman. Mereka pergi berjihad di jalan Allah Rabbul Alamin.

Karena mereka tahu bagi mereka yang memiliki maqam ‘Iyyaka Na’budu’, nilai berjihad itu lebih utama, dan akan janji Allah Azza Wa Jalla, di mana akan memasukkan ke dalam surga-Nya, tanpa melalui hisab, bagi mereka yang mati syahid. Betapa indahnya kehidupan bakal digapai kelak di akhirat.

Bagi mereka yang ingin mendapatkan maqam 'Iyyaka Na'budi', lebih menyukai bangun malam, melakukan shalatul lail, membaca Qur’an, berdo’a, berdzikir, beristighfar, meninggalkan segala urusan saat datangnya adzan, melaksanakan shalat fardhu dengan penuh ikhlas, dan pergi ke masjid-masjid shalat berjamaah. Mereka tetap shalat berjamaah dalam kondisi apapun. Tidak sekali-kali masbukh. Masjid sebagai ‘Baitullah’ lebih utama dari segalanya. Tidak berarti apapun baginya, kecuali hanya masjid yang berharga bagi kehidupannya, di mana setiap saat sesuai dengan ketentuan Rabbnya, dan selalu melaksanakannya dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan.

Saat orang-orang membutuhkan pertolongan baik jabatan, fisik, maupun harta, maka ia akan segera memberikan pertolongan, dan berpikir panjang tentang pribadinya, dan mensegerakan kepentingan dari saudaranya yang tertimpa musibah.

Ketika membaca Qur’an, tak ada lagi yang diingatnya, karena Qur’an itu adalah ‘Kalamullah’, dan membaca dengan sepenuh hati, memahami makna-maknanya, dan berjanji melaksanakan semua perintah-Nya. Seperti generasi Salaf, yang terus melaksanakan apa saja, yang diperintahkan oleh Allah Azza Wa Jalla, sehingga mereka mendapatkan kemuliaan dan kejayaan.

Ketika, menjelang hari terakhir di bulan Ramadhan, ia tinggalkan semunya, dan beri’tikaf di masjid-masjid, dan hanya mengharapkan datangnya maghfirah dari Rabbnya. Tidak lagi menyibukkan diri dengan kehidupan dunia, yang justru akan merusak hari terakhir puasa, yang akan membawanya kepada golongan muttaqin.

Mencapai maqam ‘Iyyaka Na’budu’ sebuah perjuangan yang sangat berat bagi manusia. Karena manusia selalu digoda oleh hawa nafsunya, dan sifat malasnya untuk melakukan kebaikan dan mencintai Rabbnya.

Manusia jahiliyah hidupnya hanyalah dipenuhi dengan berebut sekerat kehidupan dunia, yang diakhirat menjadikan mereka golongan yang merugi. Wallahu’alam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadhan

Saat ini kita telah berada di bulan Sya’ban, beberapa minggu lagi insya Allah kita akan memasuki bulan Ramadhan. Ramadhan merupakan tamu agung yang senantiasa kita harapkan kedatangannya. Karena itu, tentu kita jauh-jauh hari mesti mempersiapkan diri guna menyambutnya.


Sudah kita ketahui bersama, bahwa manusia tidak akan melaksanakan sesuatu dengan baik kecuali jika ia mempersiapkan diri dengan baik pula. Begitupun agar kita mampu melaksanakan semua amalan di bulan Ramadhan; sangat penting kita mempersiapkan diri untuk itu. Keberhasilan kita pada bulan Ramadhan akan dipengaruhi sejauh mana kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya.


Rasulullah saw dan para Sahabat sangat bersemangat menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mereka sangat serius mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan Ramadhan dan melakukan segala amalan di dalamnya dengan penuh keimanan, keikhlasan, semangat, giat dan tidak merasakannya sebagai beban.


Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut Ramadhan, tamu yang istimewa ini. Persiapan penting yang harus kita lakukan adalah persiapan mental dan ilmu. Mempersiapkan diri secara mental tidak lain adalah mempersiapkan ruhiah kita serta membangkitkan suasana keimanan dan memupuk spirit ketakwaan kita. Cara paling manjur adalah dengan memperbanyak amal ibadah. Dalam hal ini, Rasulullah saw. telah memberikan contoh kepada kita semua. Nabi saw. memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban. Ummul Mukminin Aisyah ra. menuturkan:


Aku tidak melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan dan aku tidak melihat Beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan dengan pada bulan Sya’ban (HR al-Bukhari dan Muslim).


Bahkan Rasulullah saw. menyambung puasa pada bulan Sya’ban itu dengan puasa Ramadhan. Ummul Mukminin Aisyah ra. menuturkan:


Bulan yang paling Rasul saw. sukai untuk berpuasa di dalamnya adalah Sya’ban, kemudian Beliau menyambungnya dengan (puasa) Ramadhan. (HR Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).


Beberapa hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah saw. banyak berpuasa pada bulan Sya’ban. Puasa pada bulan Sya’ban itu demikian penting dan memiliki keutamaan yang besar daripada puasa pada bulan lainnya, tentu selain bulan Ramadhan. Sedemikian penting dan utamanya sampai ‘Imran bin Hushain menuturkan, bahwa Rasul saw. pernah bertanya kepada seorang Sahabat:


“Apakah engkau berpuasa pada akhir bulan ini (yakni Sya’ban)?” Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya, “Jika engkau telah selesai menunaikan puasa Ramadhan, maka berpuasalah dua hari sebagai gantinya.” (HR Muslim).


Hadis di atas menunjukkan dengan jelas keutamaan puasa sunnah pada bulan Sya’ban. Lalu apa hikmah dari puasa pada bulan Sya’ban itu?


Usamah bin Zaid pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:


“Ya Rasulullah, aku tidak melihat engkau berpuasa pada bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Rasul menjawab, “Bulan itu (Sya’ban) adalah bulan yang dilupakan oleh manusia, yaitu bulan di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan itu adalah bulan diangkatnya amal-amal manusia kepada Tuhan semesta alam. Aku suka amal-amalku diangkat, sementara aku sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i; disahihkan oleh Ibn Khuzaimah).


Rasul saw. juga memposisikan puasa pada bulan Sya’ban itu sebagai persiapan untuk menjalani Ramadhan. Anas ra. menuturkan bahwa Nabi saw. pernah ditanya:


“Puasa manakah yang paling afdhal setelah puasa Ramadhan?” Rasul menjawab, “Puasa Sya’ban untuk mengagungkan Ramadhan.” (HR at-Tirmidzi).


Walhasil, puasa Sya’ban, di samping akan mendapatkan pahala yang besar dan keutamaan di sisi Allah, juga merupakan sarana latihan guna menyongsong datangnya Ramadhan. Al-Hafizh Ibn Rajab mengatakan, “Dikatakan tentang puasa pada bulan Sya’ban, bahwa puasa seseorang pada bulan itu merupakan latihan untuk menjalani puasa Ramadhan.


Hal itu agar ia memasuki puasa Ramadhan tidak dengan berat dan beban. Sebaliknya, dengan puasa Sya’ban, ia telah terlatih dan terbiasa melakukan puasa. Dengan puasa Sya’ban sebelumnya, ia telah menemukan lezat dan nikmatnya berpuasa. Dengan begitu, ia akan memasuki puasa Ramadhan dengan kuat, giat dan semangat.”


Para ulama salaf dulu sangat memperhatikan pelaksanaan semua amalan-amalan kebaikan pada bulan Sya’ban. Mereka, sejak memasuki bulan Sya’ban, telah memperbanyak membaca al-Quran, menelaah dan memahami isinya dan mentadabburi kandungannya. Bahkan Habib ibn Abi Tsabit, Salamah bin Kahil dan yang lain menyebut bulan Sya’ban ini sebagai Syahr al-Qurâ.


Bulan Sya’ban, Saatnya Intropeksi Diri


Marilah kita gunakan bulan Sya’ban ini untuk instrospeksi diri; sejauh mana kita telah bertindak dan bermuamalah sesuai dengan syariah yang telah Allah turunkan. Sudahkah kita pada bulan ini bergegas mempersiapkan diri guna menyambut datangnya Ramadhan yang sebentar lagi akan tiba? Ataukah kita malah termasuk orang yang melupakan bulan penting ini sebagaimana yang disinggung oleh Rasul saw. dalam hadis di atas?


Saatnyalah kita segera mempersiapkan diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang ada di sekitar kita guna menyongsong datangnya Ramadhan. Caranya adalah dengan memperbanyak puasa serta membaca al-Quran sekaligus menelaah, memahami dan mentadabburi kandungannya.


Kita juga harus giat melakukan shalat malam serta memperbanyak sedekah dan amalan-amalan kebaikan lainnya. Agar kita nanti mampu menjalani Ramadhan dengan penuh makna, hendaknya kita pun menyiapkan program-program amal kebaikan yang akan kita lakukan selama bulan Ramadhan.


Lebih dari itu, bulan Ramadhan adalah bulan ketaatan; di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk mengikatkan diri dengan seluruh syariah-Nya. Bulan Ramadhan adalah bulan murâqabah. Sebab, shaum yang dilakukan di dalamnya mengajari setiap Muslim untuk senantiasa merasa diawasi Allah.


Ramadhan juga adalah bulan pengorbanan di jalan Allah. Di dalamnya setiap Muslim dituntut untuk berkorban dengan menahan rasa lapar dan haus demi meraih derajat ketakwaan kepada-Nya. Takwa adalah puncak pencapaian ibadah shaum pada bulan Ramadhan. Perwujudan takwa secara individu tidak lain adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.


Adapun perwujudan takwa secara kolektif adalah dengan menerapkan syariah Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan oleh seluruh kaum Muslim. Shaum Ramadhan tentu akan kurang bermakna jika tidak ditindaklanjuti oleh pelaksanaan syariah secara total dalam kehidupan, karena itulah wujud ketakwaan yang hakiki.


Terakhir, guna menambah kerinduan dan semangat kita mempersiapkan diri menyongsong Ramadhan, hendaklah kita mengingat dan merenungkan kembali pesan-pesan Rasul saw. yang pernah Beliau sampaikan pada akhir bulan Sya’ban. Salman al-Farisi menuturkan, bahwa Rasulullah saw. pernah berkhutbah pada akhir bulan Syaban demikian:


Wahai manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan penuh berkah, bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah telah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai suatu kewajiban dan shalat malamnya sebagai sunnah. Siapa saja yang ber-taqarrub di dalamnya dengan sebuah kebajikan, ia seperti melaksanakan kewajiban pada bulan yang lain. Siapa saja yang melaksanakan satu kewajiban di dalamnya, ia seperti melaksanakan 70 kewajiban pada bulan lainnya.


Bulan Ramadhan adalah bulan sabar; sabar pahalanya adalah surga. Ia juga bulan pelipur lara dan ditambahnya rezeki seorang Mukmin. Siapa saja yang memberikan makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, ia akan diampuni dosa-dosanya dan dibebaskan lehernya dari api neraka. Ia akan mendapatkan pahala orang itu tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.


Para Sahabat berkata, “Kami tidak memiliki sesuatu untuk memberi makan orang yang berpuasa puasa?”


Rasulullah saw. menjawab:


Allah akan memberikan pahala kepada orang yang memberi makan untuk orang yang berbuka berpuasa meski dia hanya memberi sebutir kurma, seteguk air minum atau setelapak susu.


Ramadhan adalah bulan yang awalnya adalah rahmah, pertengahannya adalah maghfirah dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka. Siapa saja yang meringankan hamba sahayanya, Allah akan mengampuninya dan membebaskannya dari api neraka. Perbanyaklah pada dalam Ramadhan empat perkara, dua perkara yang Tuhan ridhai dan dua perkara yang kalian butuhkan. Dua perkara yang Tuhan ridhai adalah kesaksian Lâ ilâha illâ Allâh Muhammad Rasûlullâh dan permohonan ampunan kalian kepada-Nya. Adapun dua perkara yang kalian butuhkan adalah: kalian meminta kepada Allah surga dan berlindung kepada-Nya dari api neraka. (HR Ibn Khuzaimah dalam Shahih Ibn Khuzaimah dan al-Baihaqi di dalam Syu’âb al-Imân).


Andi Perdana Gumilang, S.Pi
Alumni IPB www.pertaniansehat.or.id

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Frustasi Tak Akan Mengubah Apapun

Mendung gelap frustasi (keputusasaan) sedang melingkupi kehidupan sebagian kaum Muslim. Mereka merasa bahwa realitas tempat hidup mereka tidak dapat dielakkan, tidak ada jalan keluarnya, dan tidak mungkin bisa diubah sesuai dengan apa yang mereka yakini. Bahkan frustasi itu juga telah meliputi sebagian para penggerak perubahan yang benar. Mereka merasa bahwa perkaranya telah keluar dari batas kuasa dan kehendak mereka.


Faktor Penyebab Munculnya Frustasi


Sikap frustasi yang melingkupi sebagian kaum Muslim dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya:


Pertama, meluasnya kerusakan dan terasingnya agama. Hal itu menjadi sangat serius akibat runtuhnya Daulah Khilafah. Kemungkaran menjadi sesuatu yang biasa dan tampak menonjol di negeri-negeri Muslim. Di bawah pemerintahan sistem kufur di negeri-negeri Muslim, pada sebagian besar medan kehidupan, kemakrufan bahkan dianggap mungkar, dan kemungkaran dianggap sebagai makruf. Nabi saw. telah mengabarkan kondisi agama seperti ini dengan sabdanya:


«إِنّ اْلإِسْلاَمَ بَدَأَ غَرِيْباً وَسَيَعُوْدُ غَرِيْباً كَمَا بَدَأَ فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ»


Agama ini (Islam) pada awalnya adalah sesuatu yang (dianggap) asing dan akan kembali (dianggap) asing sebagaimana awalnya. Karena itu, berbahagialah orang-orang yang terasing. (HR at-Tirmidzi).


Kedua, adanya berbagai kesulitan dalam melakukan perubahan dan lambannya pergerakan perubahan itu dalam pandangan mereka yang frustasi. Dalam pandangan mereka yang frustasi, masa depan tidak akan memunculkan harapan nasib yang baik.


Ketiga, adanya berbagai tantangan baru. Berbagai tantangan baru mengisyaratkan bahwa masa depan itu tidak ada yang mengetahui kondisinya kecuali Allah Swt. Di bawah era globalisasi dan dunia yang semakin terbuka, karakteristik-karakteristik masyarakat akan lenyap. Kemungkinan masyarakat untuk tetap menjaga pengaruhnya terhadap anak-keturunannya akan semakin lemah, khususnya dalam kondisi ketika Daulah Islam telah lenyap, dan akan menjadi terbatas di bawah ombak yang menghanyutkan dari serangan yang bersifat internasional.


Keempat, adanya perbedaan antara kekuatan dan kemampuan yang ada dalam aktivitas perubahan total (taghyîr). Betapapun demikian, kita dapat mengelompokkannya dalam dua kutub: (1) kekuatan para pengemban dakwah yang ingin mengembalikan umat pada akar konsep dan metode syar‘i-nya; (2) kekuatan kekufuran yang ingin menjerumuskan umat ke arah kerusakan.


Faktanya, kekuatan kufur yang mendorong masyarakat pada kerusakan lebih besar dan lebih banyak menguasai kemampuan. Sebaliknya, kekuatan para pengemban dakwah yang ingin menarik dan mengikat umat pada akar Islam serta ingin mengembalikan kemuliaan dan keagungan mereka adalah lebih rendah. Perbedaan yang sangat besar inilah yang menggiring mereka yang frustasi itu melupakan kebenaran bahwa pertolongan Allah (nashr Allâh) adalah sekutu bagi pengemban kebenaran, sekalipun jumlah mereka sedikit.


Kelima, metode berpikir dan omongan manusia. Metode berpikir mereka, yakni orang-orang yang frustasi, selalu melihat sisi kezaliman dan keburukan semata. Adapun omongan mereka biasanya bersifat kritik dan memprediksi kesialan. Bahkan deskripsi positif mereka ubah menjadi deskripsi negatif.


Itulah beberapa faktor yang mengantarkan pada sikap frustasi pada sebagian kalangan. Ini adalah perkara yang masih rendah jika melanda masyarakat awam. Akan tetapi, masalahnya, gejala frustasi ini telah menerobos dan merasuki kelompok mereka yang sedang ditungu untuk bergabung dalam aktivitas perubahan total (taghyîr); telah meliputi dan menguasai sebagian orang yang justru menjadi tumpuan harapan umat akan perubahan total.


Dampak Frustasi


Sesungguhnya 'pohon frustasi' itu hanya akan menghasilkan buah yang pahit. Di antara buah pahit frustasi itu adalah:


Pertama, frustasi tidak mungkin mengubah apapun. Rasa frustasi tidak akan mendorong orang untuk berbuat, menggerakkan orang yang diam, ataupun membangkitkan keinginan. Bahkan frustasi itu hanya akan membuat pengidapnya hanya menunggu akhir yang menyedihkan: ia tidak akan berbuat apapun; tidak akan berpikir, berusaha mensiasati, dan hanya akan terus menunggu kematian dan kesudahan.


Kedua, frustasi akan mengendurkan orang-orang di sekitarnya dan tidak menghentikan bahaya atas dirinya. Orang yang frustasi selamanya akan berbicara dengan orang lain dengan sejumlah ungkapan semisal, "Tidak ada harapan lagi," "Perkaranya lebih besar daripada apa yang Anda bayangkan, jadi Anda jangan terlalu menyibukkan diri dengan perkara semisal itu," "Pikirkanlah urusan diri Anda sendiri," dll.


Ketiga, frustasi akan melahirkan pola pikir ('aqliyyah) memahami berbagai peristiwa secara keliru yang akan berdampak pada pola jiwa (nafsiyyah) pengidap rasa frustasi itu. Frustasi biasanya akan mendorong pengidapnya membayangkan suatu bahaya yang pada dasarnya belum tentu akan terjadi; menganggap mimpi sebagai realitas yang terindera. Ini terkait apa yang tidak terjadi. Adapun terhadap peristiwa yang terjadi, frustasi akan membuat pengidapnya tidak lagi memandang peristiwa sebagaimana adanya (obyektif). Jika Anda menyampaikan berita-berita mengenai kemajuan dakwah, Anda akan melihat dia meremehkan berita itu, dan meragukan kebenarannya.


Keempat, frustasi akan membuat pengidapnya selalu melihat pada aspek negatif dan membesar-besarkannya. Orang-orang frustasi itu selamanya akan memandang sisi gelap ini dan menyebarkannya. Sebaliknya, mereka akan menyurutkan aspek positif sekaligus meremehkan dan mengecilkan artinya.


Sebenarnya kungkungan frustasi pada akhirnya hanya akan melahirkan orang-orang yang diam saja dan tidak berbuat apa-apa. Mereka ini tidak mungkin mengubah apapun. Akibatnya, perubahan total yang kita inginkan dan kita tunggu akan terus tertunda.


Bagaimana agar Kita Bebas dari Frustasi?


Pertama, kita harus memahami bahwa frustasi itu tercela secara syar‘i maupun menurut akal sehat kita. Menurut akal sehat, bagaimanapun buruknya realitas yang ada, suatu aktivitas perubahan pastilah meninggalkan pengaruh. Adapun secara syar‘i, frustasi tidak dinyatakan di dalam nash syariat kecuali dalam posisi tercela; apalagi jika frustasi itu sampai pada tingkat berputus asa dari rahmat Allah, itu termasuk sifat orang kafir. Allah Swt. berfirman:


﴿إِنَّهُ لاَ يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ﴾


Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir. (QS Yusuf [12]: 87).


Satu hal penting, kita harus memahami bahwa frustasi (putus asa) tidak mungkin mendorong kemajuan. Kita memang harus memahami betapa buruknya realitas kita saat ini, baik realita individu atau realita umat; juga memahami seberapa jauh tantangan yang akan kita hadapi, seberapa jauh bahayanya, dan seberapa jauh penyimpangan yang menimpa umat. Akan tetapi, pemahaman itu tidak boleh melampaui batasnya, karena hal itu tidak mungkin mendorong kita untuk berbuat, malah justru akan membuat kita diam saja dan menyerah.


Kedua, seimbang dalam kritik. Sesungguhnya kritik itu harus bersifat obyektif dan seimbang. Ketika kita menyampaikan kritik dan melewati batasnya, maka hal itu akan mengantarkan pada frustasi. Ketika seseorang yang meminum khamr didatangkan ke hadapan Nabi saw., dan beliau mencambuknyanya, ada seorang laki-laki yang mencaci orang itu. Nabi saw. kemudian bersabda:


«لاَ تَعِيْنُوْا عَلَيْهِ الشَّيْطَانَ»


Jangan kalian membantu setan menguasainya. (HR al-Bukhari).


Sanksi yang layak telah diterimanya, yaitu hukuman cambuk. Ketika mereka (orang-orang) mencaci, mencela, dan melaknatnya, maka hal itu akan membuat setan lebih mencengkeramnya. Ini terkait dengan individu.


Adapun berkaitan dengan umat, Nabi saw. juga telah melarang kita melampaui hal itu. Nabi saw. pernah bersabda:


«إِذَا قَالَ الرَّجُلُ هَلَكَ النَّاسُ فَهُوَ أَهْلَكَهُمْ»


Jika seorang laki-laki berkata, "Celakalah manusia,” maka ia telah mencelakakan mereka. (HR Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad).


Berkaitan dengan hadis di atas, Imam al-Khathabi berkata, yakni ia telah menambah buruk kondisi mereka. Bahkan hal itu sering mengantarkan dirinya pada kebanggaan akan diri sendiri dan pandangan bahwa ia lebih baik daripada mereka.


Ketiga, memahami kebenaran bahwa Allah Swt. tidak membebani kewajiban kepada kita kecuali sebatas apa yang kita mampu. Allah tidak menetapkan tujuan/target yang mustahil kita capai. Apalagi Allah Swt. telah memuliakan kita dengan tugas mengemban risalah terakhir dan mewakilkan kepada kita tanggung jawab kepemimpinan umat manusia untuk membawa mereka pada petunjuk. Ini saja sebenarnya cukup untuk mengatasi rasa frustasi.


Keempat, memahami nash syariat yang menunjukkan akan dimenangkannya Islam. Allah Swt., misalnya, berfirman:


﴿وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ﴾


Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang Mukmin. (QS ar-Rum [30]: 47).


﴿إِنْ تَنصُرُوا اللهَ يَنصُرْكُمْ﴾


Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian. (QS Muhammad [47]: 7).


﴿وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ﴾


Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka. (QS an-Nur [24]: 55).


Di dalam as-Sunnah, kita juga akan menjumpai banyak sekali janji itu. Nabi saw., antara lain, pernah bersabda:


«لَيَبْلُغُنَّ هَذَا اْلأَمْرُ مَا بَلَغَ اللَّيِلَ وَالنَّهَارَ وَلاَ يَتْرُكُ اللهُ بَيْتَ مَدَرٍ وَلاَ وَبَرٍ إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللهُ هَذَا الدِّيْنَ»


Sungguh, urusan ini (dakwah Islam) pasti akan sampai (ke seluruh alam) sebagaimana sampainya siang dan malam. Allah tidak akan membiarkan satu rumah pun, baik di tengah penduduk kota maupun di tengah penduduk kampung, kecuali agama ini masuk ke dalamnya. (HR Ahmad).


Pemahaman terhadap nash-nash di atas dan semacamnya sejatinya akan menghilangkan rasa frustasi.


Kelima, memahami bahwa mengatasi frustasi merupakan metode untuk sampai pada solusi, dan bahwa harapan/pertolongan selamanya akan datang setelah datangnya berbagai kesulitan. Hal itu sesuai dengan firman Allah Swt.:


﴿حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا﴾


Hingga jika para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka pertolongan Kami. (QS Yusuf [12]: 110).


Keenam, memahami bahwa berbagai peristiwa yang lahiriahnya buruk sejatinya sering merupakan kebaikan. Allah Swt. berfirman:


﴿فَعَسَى أَن تَكْرَهُوا شَيْئَاً وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْراً كَثيراً﴾


Mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS an-Nisa' [4]: 19).


Pada peristiwa Hijrah, Nabi saw. melaksanakan sebab-sebab fisikal. Beliau bersama sahabatnya, Abu Bakar, bersembunyi di Gua Tsur, lalu keduanya pergi melanjutkan perjalanan. Kemudian Suraqah berhasil menyusul keduanya hingga mendekati mereka. Orang yang membaca peristiwa itu saat ini, yang menjalani hidupnya dan limbung, maka yang langsung terlintas dalam benaknya adalah bahwa bahaya itu akan terjadi.


Keguncangan dan kekhawatiran terhadap keselamatan Nabi saw. juga menimpa Abu Bakar. Adapun Nabi saw. memandang peristiwa itu dengan diterangi cahaya Ilahi. Tiba-tiba, kaki-kaki kuda Suraqah terjerembab, dan Nabi saw. memang mendoakan demikian. Peristiwa ini pada awalnya tampak sebagai peristiwa buruk, tetapi berubah menjadi sebab pertolongan kepada Nabi saw. dan sahabatnya.


Orang-orang yang optimis adalah mereka yang di tengah peristiwa-peristiwa itu mencari berita gembira. Mereka bukanlah orang-orang yang dikuasai rasa frustasi dan kelemahan. Ketika kita menghidupkan ruh optimis, maka peristiwa-peristiwa yang menghadang kita harus kita perlakukan secara seimbang. Benar, kita hidup di alam angan-angan (harapan), dan kita tidak melupakan bahaya-bahaya yang mungkin muncul.


Akan tetapi, jika kita menghendaki perubahan total (taghyîr), maka hendaknya kita mencari aspek-aspek dan celah-celah yang darinya kita mungkin bertolak ke arah perubahan total hingga sampai pada tujuan yang kita maksud.


Di sini kami ingin memberikan satu contoh. Ketika Imam Ahmad ra. dibawa untuk dicambuk dalam peristiwa fitnah yang menimpa beliau, dan beliau dimasukkan ke dalam penjara bersama dengan para pencuri dan pembegal jalanan, salah seorang dari mereka menghentikan beliau dan berkata, "Apakah Anda mengenal saya?" Beliau menjawab, "Tidak." Lalu orang itu menceritakan kepada beliau pencurian dan pembegalan yang sering ia lakukan. Ia kemudian berkata, "Aku telah dicambuk sekian kali dalam sejumlah kasus pencurian, dan itu tidak membuatku kapok untuk mencuri. Adapun Anda, Anda dicambuk karena kebenaran. Karena itu, Anda lebih utama daripada saya untuk tetap teguh di atas kebenaran itu."


Ketujuh, mengambil pelajaran dari sejarah. Ketika kita membaca sejarah, kita akan menjumpai bahwa jalan keluar itu selalu datang setelah kesempitan dan kesusahan. Di dalam Sirah Nabi saw. banyak terdapat contoh. Di antaranya:


1. Peristiwa Hijrah.


Kaum musyrik benar-benar telah mengepung rumah Nabi saw. hingga beliau tidak tidur di rumah beliau dan keluar bersama sahabat beliau ke Gua Tsur untuk bersembunyi, lalu keluar ke Madinah melalui jalan yang tidak biasanya. Kaum musyrik telah mengerahkan kekuatan mereka untuk mendapatkan Nabi saw. dan sabahatnya, hidup atau mati. Saat itu keadaannya telah sampai pada kesulitan luar biasa. Apa yang terjadi kemudian? Kaum Muslim merasa tenang, mereka berhasil mendirikan negara, serta membangun masjid dan melaksanakan shalat dengan penuh ketenteraman.


2. Peristiwa Perang Ahzab datang setelah kesedihan menimpa kaum Muslim akibat kekalahan pada Perang Uhud. Kaum Quraisy ingin menumpas habis kaum Muslim. Mereka lalu membangun pasukan besar. Ribuan pasukan yang terdiri dari Quraisy dan sekutunya datang dan mengepung Madinah. Pada saat yang sama, kaum Yahudi menyerang dari arah belakang kaum Muslim. Akan tetapi, Allah Swt. kemudian memberikan pertolongan-Nya kepada kaum Mukmin. Allah Swt. menggambarkan kondisi ini:


﴿يَا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إذْ جَاءَتْكُمْ جُنُودٌ فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ ريِحاً وَجُنُوداً لَمْ تَرَوْها﴾


Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepada kalian ketika datang kepada kalian pasukan, lalu Kami mengirimkan kepada mereka angin topan dan pasukan yang tidak dapat kalian lihat. (QS al-Ahzab [33]: 9-11).


3. Perdamaian Hudaibiyah dan syarat-syaratnya telah membuat sebagian sahabat merasa sempit. Akan tetapi, kebaikan perjanjian damai itu baru tampak jelas dalam kisah Abu Bashir dan dalam berubahnya Perdamaian Hudaibiyah itu menjadi pembuka jalan bagi Penaklukan Makkah (Fath Makkah).


4. Nabi saw. wafat dan musibah menimpa kaum Muslim. Kabilah-kabilah Arab murtad keluar dari Islam. Tidak tersisa kecuali Madinah, Makkah, Thaif, dan orang-orang yang benar di sekitar mereka. Bahkan sekelompok dari mereka merasa frustasi. Kemudian Allah memberikan jalan keluar. Dalam masa dua tahun beberapa bulan Kekhilafahan Abu Bakar, seluruh jazirah Arab telah tunduk, dan orang-orang yang murtad telah kembali kepada Islam. Kemudian mulailah terjadi penaklukan atas Persia dan Romawi.


Inilah contoh-contoh yang dimiliki umat ini. Pembacaan terhadap sejarah ini akan memberikan banyak pelajaran dan 'ibrah kepada kita, bahwa Allah Swt. pasti akan selalu menolong Islam dan para pejuangnya yang lurus dan ikhlas.


Ya Allah, kami memohon perlindungan kepada-Mu dari rasa frustasi (putus asa) terhadap rahmat dan karunia-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Mendengar dan Maha Menjawab Doa. []


Arief B. Iskandar, Redaktur Majalah Al-Waie

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mengapa Muhammad bin Abdullah Menang?

Tidak pernah berhenti setiap saat ratusan jutaan umat manusia di seluruh dunia, di belahan bumi timur, barat, selatan dan utara, selalu mengulang-ulang, mengucapkan : " La illaha iLLah, Muhammadur Rasulullah. Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad Pesuruh Allah". Kalimat ini berkumundang sejak empat belas abad yang lalu, sampai hari ini, dan akan terus berkumandang sampai akhir kehidupan manusia.

Kehidupan berganti dan berubah. Manusia datang dan pergi. Kekuasaan bertukar antara penguasa satu dengan penguasa lainnya. Negara pun silih berganti. Kondisi kehidupan umat manusia terus mengalami perubahan dengan segala variasinya. Terus berubah. Tidak ada dimuka bumi yang tidak berubah. Kejadian demi kejadian terus mengubah kehidupan umat manusia. Tetapi, seruan yang abadi itu tetap tidak berubah sepanjang zaman, sampai hari ini, bahkan sampai akhir zaman, yaitu, ‘La ilaha iLLah, Muhammadur Rasulullah’.

Ini sebuah bukti yang nyata, dan selalu hidup, tentang kemenangan Muhammad bin Abdullah. Bahkan, tidak ada satupun manusia di muka ini, yang namanya setiap saat disebut oleh jutaan manusia setiap saat, kecuali ‘Muhammad Rasulullah’. Manusia yang paling mulia di muka bumi. Manusia yang paling siddiq (jujur), yang mendapatkan gelar ‘al-amin’, manusia yang amanah, tidak pernah berkhianat terhadapt Rabbnya, sepanjang hidup, manusia yang ‘fathonah’, yang tidak pernah mengurangi satu katapun (hurup pun) terhadap ‘Al-Qur’an’, yang merupakan Kalamullah. Tidak ada satupun manusia di muka yang dido’akan jutaan oleh umat manusia setiap saat saat, seperti Muhammad Rasulullah ini.

Ini menjadi bukti kemenangan Muhammad bin Abdullah. Kemenangan itu diperoleh bukan dalam pertempuran, bukan dalam peperangan, bukan ketika menaklukkan kota Makkah. Bukan karena memerintah seluruh jazirah Arab. Bukan menunddukan kedua imperium Kisra dan Kaisar. Tetapi, ia adalah kemenangan yang sifatnya universal yang telah masuk ke dalam kehidupan, dan telah mengubah jalannya sejarah.

Kemenangan yang telah dicapai oleh Muhamad bin Abdullah tidak dihilangkan oleh kelemahan yang diderita umat Islam dalam suatu kurun atau waktu tertentu. Kemenangan tidak akan pernah berkurang dengan lahirnya pemikiran, madzab-madzab yang baru. Cahayanya tidak akan pernah redup dengan kemenangan-kemenangan ideologi-ideologi buatan manusia di muka bumi ini. Karena ajaran yang dibawa Muhammad bin Abdullah itu akarnya telah menghunjam ke dalam alam semesta, dan tertanam dalam hati nurani umat manusia.

Kemenangan yang buktinya terdapat dalam dirinya sendiri, dan tidak memerlukan bukti dan keterangan lagi. Muhammad bin Abdullah itu lah yang telah menjadi bukti atas kemenangan ajaran yang dibawanya ke dalam kehidupan umat manusia ini.
Mengapa Muhammad bin Abdullah mendapatkan kemenangan, dan ajaran terus berlangsung sampai hari, dan semakin banyak manusia yang mengikutinya?

Kemenangan Muhamamd bin Abdullah, karena Allah Azza Wa Jalla, menang. Allah Azza Wa Jalla ini, menghendaki ajaran yang lurus ini tegak dimuka bumi, dan menang. Tidak ada lagi ajaran dimuka bumi, selain ajaran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah akan menjadikan manusia menjadi mulia, dan mendapatkan kebahagiaan, serta kemuliaan sesudah manusia meninggalkan dunia yang fana ini, kecuali ajaran yang dibawa oleh Muhammad bin Abdullah.

Tetapi, kemenagan itu tidak mau tanpa sebuah proses, tidak ingin Allah Allah Azza Wa Jalla kemenangan itu sebuah mukjizat. Perjuangan harus melalui perjuangan yang terus menerus, terkadang terasa berat, semuanya telah dijalankan oleh Muhammad bin Abdullah. Ajaran Islam yang sampai sekarang terus berkembang dalam kehidupan, dan adanya do’a yang diucapkan setiap umat ini kepada Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wasalam, sebagai bukti betapa Beliau telah memperjuangkan agama Allah dengan segenap jiwa dan raga.

Bagi siapa saja yang ingin mendapatkan kemenangan seperti kemenangan Rasul, dan bagaimana kemenangan Islam, maka hendaklah mempelajari pribadi Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam. Dengan cara itu akan diketahui jalannya kemenangan yang akan dituju. Cara-caranya lengkap, sebab-sebabnya jelas, dan siapa yang ingin mencapai kemenangan di mana saja, dan kapan saja, maka hendaklah meneladani Muhammad bin Abdullah.

Kemenangan Muhammad bin Abdullah itu, hanyalah karena Beliau yakin dan shabar mendakwahkan agama Allah Azza Wa Jalla di tengah-tengah umat manusia, yang tidak kenal lelah sepanjang kehidupannya. Itulah yang menyebabkan Muhammad bin Abdullah mencapai kemenangan. Bukan dengan jalan meminta pertolongan manusia, apalagi meminta pertolongan kepada musuh-musuh Allah, orang kafir, musyrik, munafik dan fasik.

Allah Ta'ala berfirman : “Dan sungguh pasti Allah akan menolong orang-orang yang menolong-Nya.Sesungguhnya Allah kuat dan berkuasa. Mereka yang kalau Kami beri kekuasaan di atas dunia, mereka mendirikan shalat, membayarkan zakat, menyuruh melakukan kebaikan dan melarang mengerjakan kejahatan. Dan kepada Tuhanlah kembalinya akibat segala sesuatunya”. (Q : al-Hajj : 40-41) Wallahu’alam.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Di Jalan Da’wah Aku Melangkah……

Memang berat rintangan yang terasa dikala kita berazzam untuk istiqomah di jalan ini. Bertekad agar tak sedikitpun kaki ini bergeser menjauh dari koridor keimanan hanya padaNya. Banyak hal yang dijumpai sebagai ujian kesabaran yang khusus dihadiahkan olehNya kepada hamba-hambaNya yang meng-azzam serta bertekad untuk menegakkan panji-panji Ilahi di wajah bumi yang kian renta ini. ”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : ’Kami telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-Ankabuut : 2-3)

Na’udzubillah. Betapa kita menjadi apa yang disebut oleh Allah sebagai orang-orang yang dusta ketika saat ujian mendera lantas kita mundur dari jalan ini. Enggan untuk kemudian kembali berjuang bersama-sama dengan para jundi-jundi Allah yang lainnya bak umat Nabi Musa ’Alaihis Salam yang berkata ”Wahai Musa, sampai kapanpun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya. Karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.” (QS. Al-Ma’idah : 24)
Astaghfirullah hal adzim

Beberapa ujian atau bolehlah dibilang problematika yang mungkin pernah ikhwah fillah alami di jalan da’wah ini akan coba ana ketengahkan disini sebagai bahan muhassabah kita bersama agar senantiasa mawas diri tehadap ujian-ujian tersebut yang seringkali tidak hanya berupa kesusahan-kesusahan namun juga berupa kegembiraan sesaat yang melenakan.

Juga sekelumit prasangka buruk yang justru datang dari kalangan ikhwa sendiri. Tak baik berburuk sangka kepada orang lain ! Contohnya dikatakan tidak lagi berada dalam lingkaran da’wah ini dan lebih parahnya ada yang mengatakan futur. Miris sekali terasa jika lontaran-lontaran kalimat tersebut dikeluarkan oleh saudara dan saudari kita sendiri..

saudaraku tidak sadarkah engkau telah menyakiti saudaramu Kalian adalah seorang penuntut ilmu, yang tahu ilmu tentang tabayyun..
Dirimu telah menuntut ilmu sejak lama..
Dirimu pun selalu menasehati orang-rang awam yang berada di sekitarmu tentang pentingnya tabayyun itu..
Lantas, mengapa sikap tabayyun itu tidak kau aplikasikan ketika mendengar berita yang simpang siur tentang saudaramu??

Apakah susah bertabayyun??
Orang yang suka berburuk sangka adalah orang-orang yang lebih banyak menggunakan perasaan daripada pikirnya. Orang-orang yang gemar berburuk sangka adalah orang-orang yang masih harus latihan kesabaran. Dia juga masih harus memperbanyak dzikir, agar pikiran dan hatinya tak dipenuhi hawa jahat dan jelek.
Orang-orang yang gemar berprasangka adalah orang-orang yang malas mencari pencerahan. Di dalam Islam kita kenal istilah tabayyun (pencerahan). Segala berita hendaknya diperiksa kebenarannya agar tak menimbulkan prasangka buruk.
Cobalah lihat Ayat alloh dalam alqur'an tentang tabayyun
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Yaa ayyuha lladziina aamaanuu (Hai orang-orang yang beriman) in ja akaum (jika datang kepadamu) faasiqun (orang fasik) binaba in (membawa suatu berita), fatabayyanuu (maka periksalah dengan teliti),an tushiibu (agar kamu tidak menimpakan suatu musibah) qauman (kepada suatu kaum) bijahaalatin (tanpa mengetahui keadaannya) fatushbihuu (yang menyebabkan kamu) alaa maa fa’altum naadimiin (menyesal atas perbuatanmu itu)

Memang agak berabe mencari dan menyelidiki duduk perkara secara lebih jelas, dan kadang-kadang kita lebih suka memilih jalan pintas. Tetapi karena susahnya proses yang harus ditempuh maka pantaslah kalau kita diganjar dengan pahala yang besar atas upaya bertabayyun.

akhi..taukah dirimu?? Hanya 2 hal yang kau akan terjatuh dalam perkara ini…
Jika bukan fitnah…maka engkau telah menggibahi saudaramu…
Belumkah cukup ayat-ayat Allah dalam alqur'an dan hadits-hadits rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang ghibah Tentang fitnah?? Apakah itu belum cukup wahai saudariku..??

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Hujurat : 12).

“Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan ghibah?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Kamu menyebut sesuatu dari kawanmu yang ia sangat benci jika dikatakan.” “Bagaimana seandainya saya menceritakan apa yang memang terjadi pada saudaraku.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Jika engkau menceritakan apa yang terjadi pada saudaramu, berarti kamu telah menggunjingnya; dan apabila engkau menceritakan apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka engkau telah membohongkannya.” [HR. Abu Dawud].

Saudaraku..cukuplah hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita untuk senantiasa menjaga lisan-lisan kita,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Janganlah kamu sekalian banyak bicara, kecuali untuk dzikir kepada Allah. Sebab, banyak bicara pada selain dzikir kepada Allah akan menyebabkan kerasnya hati, dan orang yangpaling jauh dari sisi Allah Subhanahu wa ta'ala adalah orang yang keras hatinya.” [HR. at-Tirmidzi].

Dalam sebuah riwayat yangdiketengahkan oleh Imam at-Tirmidzi dijelaskan bahwa kunci untuk meraih keluhuran jiwa adalah menjaga lisan. Mu’adz ra berkata, Saya bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah beritahukan kepada saya amal perbuatan yang dapatmemasukkan saya ke dalam sorga dan menjauhkan dari neraka?” Beliau bersabda: “Kamu benar-benar menanyakansesuatu yang sangat besar. Sesungguhnya hal itu sangat mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, yaitu:
Hendaklah kamu menyembah kepada Allah dengan tidak menyekutukanNya dengan sesuatuapapun, mendirikansholat, membayar zakat, puasa di bulan Ramadlan, dan berhaji ke Baitullah bila kamu mampu menempuh perjalanannya.” Selanjutnya, beliau bersabda, “Maukah engkau aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalahperisai, shadaqah dapat menghilangkan dosa seperti halnya air memadamkan api, dan sholat seseorang pada tengahmalam.” Beliau lantas membaca ayat yang artinya, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, serta mereka menafkahkan sebagian rizki yang telah Kamiberikan kepada mereka. Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu bermacam-macam
nikmat yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” Lalu, beliau bertanya kembali, “Maukah engkau aku tunjukkan pokok dan tiang dari segala sesuatu dan puncak keluhuran?” Sayaberkata, “Baiklah ya Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Pokok segala sesuatu adalah Islam, tiangnya adalah sholat, dan puncak keluhurannya adalah berjuang di jalan Allah.” Kemudian beliau bersabda, “Maukah kamu aku tunjukkantentang kunci dari kesemuanya itu?” Saya menjawab, “Tentu ya Rasulullah.” Beliau lantas memegang lidahnya seraya berkata, “Peliharalah ini.” Saya berkata, “Ya Rasulullah, apakah kami akan dituntut atas apa yang kami katakan?” Beliaubersabda “Celaka kamu, bukankah wajah manusia tersungkur ke dalam neraka, tidak lain karena akibat lidah mereka?” [HR. at-Tirmidzi].

Ikhwatifillah..ini hanyalah sebuah nasehat buatmu, juga buatku… semoga kita senantiasa menjaga lisan-lisan kita, marilah menumbuhkan sikap tabayyun dalam diri kita, karena boleh jadi orang yang kita ghibahi ataupun kita fitnah, tidak ridho akan kelakuan kita dan akan menuntut perbuatan kita di hari Pembalasan Kelak… wal iya'udzubillah…
Dengan segenap rasa cintaku kepada kalian, aku minta maaf jika telah berbuat salah kepada kalian… sesungguhnya aku mencintai kalian karena alloh… semoga ukhuwah ini tidak akan pernah retak hanya karena sebuah lidah yang tak bertulang…Wallahu a'lam

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Allah Itu Dekat



dakwatuna.com – “Dan Apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka katakanlah sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang memohon apabila ia memohon kepadaKu. Maka hendaklah mereka memenuhi (panggilan/perintah)Ku, dan beriman kepadaKu agar mereka mendapat petunjuk (bimbingan)”. (Al-Baqarah: 186)

Ayat ini meskipun tidak berbicara tentang Ramadhan seperti pada tiga ayat sebelumnya (Al-Baqarah: 183-185) dan satu ayat sesudahnya (Al-Baqarah: 187), namun keterkaitannya dengan Ramadhan tetap ada. Jika tidak, maka ayat ini tidak akan berada dalam rangkaian ayat-ayat puasa seperti dalam susunan mushaf. Karena setiap ayat Al-Qur’an menurut Imam Al-Biqa’I merupakan satu kesatuan (wahdatul ayat) yang memiliki korelasi antar satu ayat dengan yang lainnya, baik dengan ayat sebelumnya atau sesudahnya. Disinilah salah satu bukti kemu’jizatan Al-Qur’an.

Kedekatan Allah dengan hambaNya yang dinyatakan oleh ayat di atas lebih khusus daripada kedekatan yang dinyatakan dalam surah Qaaf ayat 16: “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” yang bersifat umum. Kedekatan Allah dengan hambaNya dalam ayat di atas merupakan kedekatan yang sinergis, kedekatan yang aplikatif, tidak kedekatan yang hampa dan kosong, karena kedekatan ini terkait erat dengan doa dan amal shalih yang berhasil ditunjukkan oleh seorang hamba di bulan Ramadhan, sehingga merupakan motifasi terbesar yang memperkuat semangat ber Ramadhan dengan baik dan totalitas.

Dalam konteks ini, korelasi ayat doa dan kedekatan Allah yang khusus dengan hambaNya dengan ayat-ayat puasa (Ayatush Shiyam) paling tidak dapat dilihat dari empat hal berikut ini: Pertama, Salah satu dari pemaknaan Ramadhan sebagai Syahrun Mubarok yang menjanjikan beragam kebaikan adalah Syahrud Du’a dalam arti bulan berdoa atau lebih jelas lagi bulan dikabulkannya doa seperti yang diisyaratkan oleh ayat ini. Karenanya Rasulullah saw sendiri menjamin dalam sabdanya: “ Bagi orang yang berpuasa doa yang tidak akan ditolak oleh Allah swt.” (HR. Ibnu Majah). Kondusifitas ruhiyah seorang hamba di bulan Ramadhan yang mencapai puncaknya merupakan barometer kedekatannya dengan Allah yang juga berarti jaminan dikabukannya setiap permohonan dengan modal kedekatan tersebut. Dalam kitab Al-Ma’arif As-Saniyyah Ibnu Qayyim menuturkan: “Jika terhimpun dalam doa seseorang kehadiran dan keskhusyuan hati, perasaan dan kondisi kejiwaan yang tunduk patuh serta ketepatan waktu yang mustajab, maka tidaklah sekali-kali doanya ditolak oleh Allah swt. Padahal di bulan Ramadhanlah kondisi dan situasi ‘ruhiyah’ yang terbaik hadir bersama dengan keta’atan dan kepatuhannya dengan perintah Allah swt.

Kedua, Ungkapan lembut Allah “ Sesungguhnya Aku dekat” merupakan komitmen Allah untuk senantiasa dekat dengan hambaNya, kapanpun dan dimanapun mereka berada. Namun kedekatan Allah dengan hambaNya lebih terasa di bulan yang penuh dengan keberkahan ini dengan indikasi yang menonjol bahwa hambaNya juga melakukan pendekatan yang lebih intens dengan berbagai amal keshalihan yang mendekatkan diri mereka lebih dekat lagi dengan Rabbnya. Padahal dalam sebuah hadits qudsi Allah memberikan jaminan: “Tidaklah hambaKu mendekat kepadaku sejengkal melainkan Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Tidaklah hambaKu mendekat kepadaKu dengan berjalan melainkan Aku akan mendekat kepadanya dengan berlari dan sebagainya”. (Muttafaqun Alaih)

Ketiga, Istijabah (falyastajibu li) yang dimaknai dengan kesiapan hamba Allah untuk menyahut dan melaksanakan setiap panggilanNya merupakan media dikabulkannya doa seseorang. Hal ini pernah dicontohkan dalam sebuah hadits Rasulullah saw yang menceritakan tiga orang yang terperangkap di dalam gua. Masing-masing dari ketiga orang tersebut menyebutkan amal shalih yang mereka lakukan sebagai media dan wasilah mereka berdoa kepada Allah. Dan ternyata Allah swt serta merta memenuhi permohonan masing-masing dari ketiga orang itu dengan ‘jaminan amal shalih yang mereka lakukan’. Padahal bulan Ramadhan adalah bulan hadirnya segala kebaikan dan berbagai jenis amal ibadah yang tidak hadir di bulan yang lain; dari ibadah puasa, tilawah Al-Qur’an, Qiyamul Lail, Zakat, infaq, Ifthorus Shoim dan beragama ibadah lainnya. Kesemuanya merupakan rangkaian yang sangat erat kaitannya dengan pengabulan doa seseorang di hadapan Allah swt. Dalam hal ini, Abu Dzar menyatakan: “Cukup doa yang sedikit jika dibarengi dengan kebaikan dan keta’atan seperti halnya garam yang sedikit cukup untuk kelezatan makanan”.

Keempat, Kata ‘la’alla secara bahasa menurut pengarang Tafsir Al-Kasyaf berasal dari kata ‘alla’ yang kemudian ditambah dengan lam di awal yang berarti ‘tarajji’ merupakan sebuah harapan yang langsung dari Zat Yang Maha memenuhi segala harapan. Logikanya, jika ada harapan maka ada semangat, apalagi yang berharap adalah Allah swt terhadap hambaNya sehingga tidak mungkin hambaNya menghampakan harapan Tuhan mereka. Karenanya rangkaian ayat-ayat puasa diawali dengan khitab untuk orang-orang yang beriman: “hai orang-orang yang beriman”. Dalam konteks ini, setiap hamba yang selalu mendekatkan diri dengan Allah tentu besar harapannya agar senantiasa mendapat bimbingan dan petunjuk Allah swt. Demikian redaksi ‘La’alla’ yang selalu mengakhiri ayat-ayat puasa termasuk ayat doa ini, menjadi korelasi tersendiri dalam bentuk keseragaman dengan ayat-ayat puasa sebelum dan sesudahnya ‘La’allakum Tattaqun, La’allakum Tasykurun, La’allahum Yarsyudun, dan La’allahum Yattaqun’.

Demikian pembacaan terhadap satu ayat yang disisipkan dalam rangkaian ayat-ayat puasa. Tentu tidak semata untuk memenuhi aspek keindahan bahasa. Namun lebih dari itu, terdapat korelasi dan hikmah yang patut diungkap untuk memperkaya pemaknaan terhadap Ramadhan yang terus akan mendatangi kita setiap tahun. Karena pemaknaan yang komprehensif terhadap ayat-ayat puasa akan turut mewarnai aktifitas Ramadhan kita yang berdampak pada peningkatan kualitas keimanan kita dari tahun ke tahun. Saatnya momentum special kedekatan Allah dengan hamba-hambaNya di bulan Ramadhan dioptimalisasikan dengan doa yang diiringi dengan amal shalih dan keta’atan kepadaNya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Membuat Read More Otomatis

Akhirnya saya menemukan di internet cara membuat Read More Otomatis di postingan artikel Blogspot. Fitur Read More ini biasanya difungsikan untuk menjadikan Blog kita lebih ringan pada saat di-load pertama kali oleh pengunjung, terutama untuk Blog yang mempunyai tampilan yang penuh dengan gambar, dengan fitur Read More ini yang ditampilkan hanya sebagian kecil dari paragraf pertama artikel postingan anda dan disertai dengan satu buah gambar yang berupa thumbnail sehingga louding dari Blog anda pada saat pertama kali dibuka oleh pengunjung menjadi lebih cepat, itu menurut pemikiran saya, mungkin saja ada fungsi-fungsi yang lain.

Dimana untuk membuat Read More pada Blogspot hanya memerlukan 2 langkah mudah dengan cara memasang 2 buah script saja di templete HTML Blogspot anda dan secara otomatis semua artikel postingan blog anda dari yang paling lama sampai yang terbaru akan di tampilkan sebagian saja sesuai dengan settingan pada script Read More yang anda lakukan seperti contoh pada Blog saya ini. Pada cara ini anda dapat mengatur berapa karakter huruf yang akan ditampilkan pada postingan di halaman depan Blog anda, dan juga anda dapat menentukan besar kecilnya thumbnail gambar yang akan ditampilkan hanya dengan merubah sedikit nilai angka yang terdapat di dalam script Read More.

Namanya juga Script Read More otomatis, yang setelah anda pasang di templete Blog anda pastinya secara otomatis pula tampilan artikel Blog anda menjadi berubah memiliki fitur Read More tsb.

Begini caranya memasang script Read More Otomatis di Blogspot :

1.Buka Dasbord Blog anda, kemudian pilih Tata letak, lalu pilih Edit HTML
Centang pada pilihan Expand Template Widget untuk membuka semua code-code tersembunyi di dalam templete Blog anda.

Cari dan dapatkan code ini:

</head>


Kemudian tandai dan langsung ganti dengan code ini :

<script type='text/javascript'>
var thumbnail_mode = &quot;float&quot; ;
summary_noimg = 230;
summary_img = 140;
img_thumb_height = 100;
img_thumb_width = 100;
</script>
<script src='http://blogergadgets.googlecode.com/files/excerpt.js' type='text/javascript'/>
</head>

Angka-angka di atas bisa anda modifikasi sesuai dengan keinginan anda, lihat gambar di bawah ini:


2.Setelah yang tadi beres, sekarang cari dan dapatkan Code ini :

<data:post.body/>


Kemudian tandai dan langsung ganti dengan Code ini :


<b:if cond='data:blog.pageType == &quot;item&quot;'>
  <data:post.body/>
  <b:else/>
  <div expr:id='&quot;summary&quot; + data:post.id'>
  <data:post.body/>
  </div>
  <script type='text/javascript'>
  createSummaryAndThumb(&quot;summary<data:post.id/>&quot;);
  </script>
  <span style='padding-top:5px;;float:right;text-align:right;'><a expr:href='data:post.url' rel='bookmark'><b>Read more >></b></a></span>
  </b:if>

Tulisan Read More pada Script di atas bisa anda ganti dengan kata-kata yang lain, lihat contoh gambar di bawah :
 



Sudah Selesai lalu simpan perubahannya! Dan sekarang coba anda lihat hasilnya

Anda juga dapat mengunjungi beberapa Blog yang juga memposting cara membuat Read More di artikel postingan Blogspot, diantaranya :

-Bloggerplugins---http://www.bloggerplugins.org/2009/06/automatic-post-summaries-for-blogger.html

-Snaphow---http://www.snaphow.com/new-automatic-read-more-plugin-for-blogger-create-post-summary-widget-with-thumbnails/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Teknologi Mahacanggih: Memotong Besi Dengan Air

Besi membelah es itu biasa. Memotong besi dengan goresan es: baru luar biasa


Hidayatullah.Com – Pengalaman langka, sejarah, ataupun peristiwa besar yang terjadi di Eropa menjadi warna tersendiri di pengajian warga Indonesia di Jerman. Sebut saja pengajian muda mudi muslim Indonesia di bulan April 2010 yang baru saja berlalu, dan dikisahkan sebelumnya di Hidayatullah.Com (baca: "Siapakah Yang Menciptakan Allah?”).



Tenggelamnya si anti-tenggelam



Pengajian yang diselenggarakan di masjid yang dikelola Indonesisches Islamisches Centrum e.V. itu bertepatan dengan bulan peringatan ulang tahun ke-98 pelayaran perdana sekaligus pelayaran terakhir kapal Titanic. Kisah tragis tenggelamnya kapal Titanic sengaja diketengahkan sang pembicara dalam pengajian itu karena sejumlah pesan Ilahi yang bisa diambil sebagai pelajaran berharga darinya.



Titanic diluncurkan pada tanggal 10 April 1912 untuk pelayaran pertamanya beserta tak kurang dari 2200 penumpang berikut sang awak kapal. Pelayaran yang dimulai dari pelabuhan Southampton, Inggris, menuju kota New York, AS, itu berakhir mengenaskan setelah menyerempet gunung es di perairan Atlantik di malam hari 14 April 1912. Dalam 2 jam 40 menit kemudian, tepatnya pukul 2:20 dini hari 15 April 1912, salah satu sarana perhubungan manusia paling canggih kala itu pun diberitakan tenggelam.



Sebagaimana kisah tentang pesawat terbang sebelumnya (baca: "Kisah Tuhan di Pesawat Terbang") ada hal menarik terkait kapal Titanic yang pembuatannya memakan waktu selama sekitar 2 tahun ini. Kapal ini dilengkapi teknologi bilik kedap air yang membatasi masuknya air di saat kecelakaan terjadi, dan karenanya dijuluki ‘’practically unsinkable’’ yang berarti ‘’praktis tak dapat ditenggelamkan’’ atau ‘’tahan tenggelam’’.



Namun kapal raksasa ini, yang termasuk teknologi maritim tercanggih karya manusia kala itu, menemui ajalnya dalam usia 5 hari saja. Ini jauh lebih pendek dari umur normal seekor lalat buah mungil. Kapal besar berukuran sekitar 260 m panjang x 28 m lebar yang katanya tahan tenggelam itu justru jatuh ke dasar samudra Atlantik dalam waktu singkat. Bersamanya, lebih dari 1000 penumpangnya tewas tenggelam di lautan dingin nan kelam.



Bukan kebetulan belaka



Tak sebutir debu pun terbang di dunia ini secara kebetulan. Artinya, semua kejadian, kecil atau besar, ada karena kesengajaan dan kehendak Allah SWT, sehingga sudah pasti ada hikmah besar di balik setiap peristiwa itu. Demikian pula Titanic. Sudah mutlak pasti ada banyak pelajaran berharga yang diwariskannya. Betapa kapal yang digembar-gemborkan tak dapat ditenggelamkan itu justru terbelah dan terkubur di dasar laut pasca tersayat oleh gunung es.



Yah, seolah sang Pencipta hendak mengingatkan sesiapa saja yang pernah mendengar kisah itu bahwa takkan ada karya buatan manusia secanggih apa pun yang mampu mengalahkan mahakarya Allah Yang Maha Pencipta: air. Es, alias air beku, yang terlihat sangat sederhana itu, ternyata jauh lebih digdaya dibandingkan kapal Titanic yang diakui canggih tersebut.



Kapal raksasa besi nan kokoh itu ternyata tidak ada apa-apanya ketika disenggol oleh gunung es! Jika manusia selama ini biasa memotong es dengan besi, maka Allah secara luar biasa justru melakukan kebalikannya: menjadikan besi sedahsyat kapal Titanic terbelah justru dengan es! Kapal Titanic tidaklah menabrak gunung es berhadap-hadapan. Allah sekedar membiarkan kapal Titanic tergores oleh permukaan gunung es di sisinya, searah dengan panjangnya, tanpa perlu memotongnya melintang.



Hebatnya lagi, sang gunung es itu tidak dibentuk menyerupai pisau tajam, namun mampu menggores sang kapal di titik mematikan. Goresan itu cukup untuk memenggal Titanic menjadi dua potongan dan menjerembabkannya ke dasar samudra Atlantik dalam waktu singkat.



Pendek kata, ciptaan Allah berupa gunung es-lah yang “truly unsinkable”, yang benar-benar tak dapat ditenggelamkan oleh ombak sedahsyat apa pun, termasuk oleh hantaman besi secanggih Titanic sekalipun. Sebaliknya, sang “practically unsinkable” Titanic-lah yang malah terkapar di dasar samudra setelah dirobek oleh es. Gelar Titanic “practically unsinkable” tak lebih dari isapan jempol belaka.



Kisah itu bak menasihati manusia, bahwa tidaklah patut baginya memberi gelar berlebihan atau menjadi terlampau bangga atas karyanya sehingga melampaui batas. Menggembar-gemborkan dan terlampau mempercayai Titanic sebagai “tahan tenggelam” sungguhlah berlebihan dan terdengar bak ungkapan kesombongan. Dan Allah tidak membiarkan kesombongan hamba-Nya yang melampaui batas begitu saja di muka bumi.



Titanic dan Nyai Roro Kidul



Sang penceramah di pengajian itu mengisahkan Titanic sembari berdialog, berdiskusi dua arah, dan menyelingi tanya jawab dengan peserta pengajian yang masih belia itu. Peserta tampak serius mengikutinya. Sungguh inilah barangkali cara penyajian yang tepat bagi muda-mudi metropolis jaman sekarang.



Tak dapat dibayangkan, betapa membosankan andai pengajian itu dijejali dengan banyak ayat Al Qur’an dan Hadits melulu dan satu arah, tanpa memberi kesempatan kepada pendengar untuk sering aktif mengemukakan pendapat. Apalagi jika sampai si penceramah mudah menghardik peserta yang pertanyaannya terdengar aneh-aneh itu, sebagaimana diterbitkan sebelumnya di hidayatullah.com (baca: “Tidak Mungkin Menemukan Agama Paling Benar!”)



Apa yang dipaparkan sang penceramah waktu itu mungkin akan lebih menarik, jikalau sejarah asal usul nama Titanic dibahas pula. Titanic berasal dari keyakinan legenda kuno Yunani yang meyakini bahwa alam semesta-lah yang menciptakan tuhan-tuhan yang jamak, dan bukan sebaliknya. Titans, jamak dari Titan, adalah tuhan-tuhan generasi pertama yang merupakan keturunan dari tuhan bumi Gaia yang berkelamin wanita.



Jadi jika dikaitkan namanya, Titanic ibarat sesosok teknologi angkutan laut supercanggih yang diberi nama tuhan dan bergelar tak tertenggelamkan. Namun kenyataannya, kapal Titanic bukanlah sesosok tuhan, dan bukan pula bergelar ‘’tak dapat ditenggelamkan’’. Kapal Titanic adalah raksasa besi yang ternyata lemah tak berdaya di hadapan ciptaan Allah yang tak kalah canggihnya: gunung es.



Di tengah-tengah paparannya tentang Titanic, sang penceramah pun berseloroh bahwa di masyarakat yang mengelu-elukan teknologi, mahakarya digdaya seperti Titanic disanjung bak tuhan. Sebaliknya, di masyarakat yang jauh dari teknologi dan masih banyak mempercayai takhayyul dan klenik seperti di Jawa, maka yang disanjung-sanjung adalah dedemit atau makhluk halus dan dituhankan seperti Nyai Roro Kidul, penguasa laut selatan. Namun sejatinya baik sang dewa samudra kapal Titanic dan si dewi laut selatan Nyai Roro Kidul, keduanya bukanlah Tuhan, dan tidak semestinya digelari berlebihan, apalagi menyamai sifat Tuhan.



Mengulang sejarah Fir’aun





Dalam pengajian muda-mudi Hamburg itu, penceramah terlihat sengaja mengarahkan agar para peserta pengajian turut aktif mengemukakan pendapatnya. Usahanya tidak sia-sia, pengajian itu tampak hidup dan peserta tidak canggung berlomba untuk turut melontarkan pertanyaan, jawaban, atau pun pengalamannya sendiri. Mereka tampak bersemangat menyimak kisah Titanic itu.



Bagi sebagian orang, tragedi Titanic mungkin tak perlu dikaitkan dengan pesan moral, tidak usah disentuhkan dengan urusan agama, atau tak ada gunanya dipautkan dengan kehendak Tuhan. Namun, jika seseorang meyakini Allah sebagai Tuhan yang tidak pernah tidur, lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya, dan yang memiliki kehendak luhur di setiap detik peristiwa apa pun di jagat raya ini, maka sudah sepatutnya mengambil pelajaran ilahiah berharga dari kecelakaan maritim akbar abad ke-20 itu.



Ini karena Allah sudah pasti sengaja menenggelamkan kapal itu, agar manusia yang datang di kemudian hari mengambil pelajaran darinya. Tidak ada peristiwa sekecil apa pun yang luput dari kesengajaan dan kehendak agung sang Pencipta peristiwa itu, Allah SWT, kecuali dengan suatu tujuan mulia.



Penceramah mengaitkan kisah Titanic dengan Fir’aun, yang menyatakan dirinya sebagai tuhan yang mahatinggi, sebagaimana diabadikan Al-Quran: "Akulah Tuhanmu yang paling tinggi’’. (QS. An Naazi’aat, 79:24) serta penguasa sungai dalam perkataannya: "(bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku, apakah kamu tidak melihat?" (QS. Az Zukhruf, 43:51). Namun kesombongan Fir’aun yang mengaku tuhan mahatinggi dan sang penguasa sungai-sungai itu sirna dengan ditenggelamkannya di lalu merah.



Kapal Titanic berukuran raksasa dan tinggi yang namanya berasal dari tuhan Titan, serta Fir’aun yang mengaku tuhan yang mahatinggi, keduanya dibinasakan di tempat maharendah di muka bumi: dasar lautan. Fir’aun yang mengaku penguasa sungai-sungai, serta kapal Titanic yang dinyatakan tahan tenggelam, keduanya bernasib naas dikuasai lautan, alias tenggelam di dalam air.



Peringatan bagi manusia



Pengulangan kisah Fir’aun pada kapal Titanic sudah pasti bukan peristiwa kebetulan, namun sebagai sunnatullah, yang berlaku bagi sesiapa saja yang melampaui batas yang telah diperingatkan Allah. Sebagaimana ketentuan yang telah digariskan menyusul pernyataan sombong Fir’aun sebagai tuhan yang mahatinggi, “maka Allah mengazabnya dengan azab di akhirat dan azab di dunia (QS. An Naazi’aat, 79:25).



Dengan peristiwa Titanic itu, yang karam pasca menyerempet gunung es, manusia hendaknya tersadarkan bahwa pencapaian teknologi maritim sehebat apa pun takkan pernah mengungguli ciptaan Allah berupa es, wujud beku air, sang anti-tenggelam yang sejati. Kenapa? Sederhana saja, ribuan tahun sejarah manusia tak pernah tercatat bahwa manusia mampu menciptakan air. Sejarah dipenuhi oleh kapal-kapal yang tenggelam, tapi bukan es yang karam.



Bahkan manusia, termasuk Fir’aun dan para insinyur perancang kapal Titanic, sangat bergantung pada air dan tidak mungkin bisa hidup jika saja air dilenyapkan oleh Allah seketika. Fir’aun tak bakal mengaku penguasa sungai, dan kapal Titanic takkan digelari anti-tenggelam, jika air tidak pernah diciptakan Allah dalam bentuk sungai dan lautan.



Kapal Titanic dan sungai-sungai yang mengalir di wilayah kekuasaan Fir’aun bukanlah pertanda kedahsyatan sang kapal, bukan pula kemahatinggian Fir’aun. Tapi, keduanya merupakan tanda-tanda kehebatan penciptaan air. Air adalah sebentuk mahakarya luar biasa Allah, Pencipta tanpa tara. Manusia sepatutnya mengagungkan Allah sebagaimana mestinya, dan tidak membanggakan karyanya maupun dirinya di hadapan-Nya.



Sungai-sungai dan kapal Titanic sepatutnya digunakan sebagai sarana berdakwah kepada manusia, untuk menyadarkan masyarakat luas bahwa keduanya terjadi karena kekuasaan Allah semata:



Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit… ….dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. (QS. Ibrahim, 14:32)



Manusia hendaknya mengambil pelajaran berharga dari tragedi Titanic, jika tidak maka pasti berlakulah ketetapan Allah, sebagaimana yang menimpa Fir’aun dan orang-orang sombong melampaui batas sepeninggalnya. Siapa pun yang sombong melampaui batas, maka Allah tidak akan membiarkannya begitu saja di dunia ini. Sunnatullah yang berlaku atas Fir’aun, Qarun, dan Haman, akan berlaku pula pada orang-orang sepeninggalnya, tak terkecuali mereka yang terkait dengan tragedi Titanic:





‘’Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung. Jika Dia menghendaki Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan)-Nya bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur, atau kapal-kapal itu dibinasakan-Nya karena perbuatan mereka atau Dia memberi maaf sebagian besar dari (mereka). Dan supaya orang-orang yang membantah ayat-ayat (kekuasaan) Kami mengetahui bahwa mereka sekali-kali tidak akan memperoleh jalan ke luar (dari siksaan). Maka sesuatu apa pun yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. (QS. Asy Syuuraa, 42:36)



(www.hidayatullah.com/*)dikisahkan langsung oleh Abu Ammar dari Hamburg, Jerman)



Gambar-gambar: harunyahya.com dan wikipedia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Gunung Api Raksasa di Bawah Laut Sulawesi

Gunung Api Raksasa di Bawah Laut Sulawesi



Gunung ini memiliki ketinggian jika diukur dari dasar lebih dari 3.000 meter.
VIVAnews - Ekspedisi bersama Indonesia-Amerika Serikat di lautan dalam di perairan Sangihe, Sulawesi Utara, berhasil memetakan sebuah gunung bawah laut. Penelitian dengan sonar multicahaya kapal penelitian Okeanos milik NOAA ini menemukan gunung ini memiliki ketinggian sampai 10 ribu kaki atau lebih dari 3.000 meter.



Kamera yang dikendalikan dari jarak jauh oleh kapal tersebut mengambil gambar dengan definisi tinggi (high definition) di kawasan Kawio Barat yang mengacu pada wilayah perairan barat Kepulauan Kawio, Kabupaten Sangihe.



Para ilmuwan memilih Kawio Barat sebagai target pertama untuk ekspedisi ini berdasarkan informasi dan data satelit yang dikumpulkan oleh sebuah tim gabungan Indonesia-Australia pada 2004.



Unsur-unsur bawah laut yang berlimpah menjadi target awal yang ideal untuk menyesuaikan perangkat dan teknologi di dalam kapal yang digunakan dalam pelayaran perdana ini. Para ilmuwan ekspedisi ini berharap peta dan video yang dihasilkan akan membuka jalan bagi para peneliti lain untuk menindaklanjuti temuan awal yang mereka peroleh.



“Ini adalah sebuah gunung berapi yang besar dan lebih tinggi daripada semua gunung di Indonesia kecuali tiga atau empat lainnya, dan menjulang lebih dari sepuluh ribu kaki dari dasar laut di dalam perairan dan terletak di kedalaman lebih dari 18 ribu kaki,” kata Jim Holden, Ketua Ilmuwan AS untuk misi awal ekspedisi bersama ini, dan seorang ahli mikrobiologi dari University of Massachusetts di Amherst, yang turut serta dalam ekspedisi dari Exploration Command Center di Jakarta, Indonesia.



Untuk dibandingkan, Gunung Semeru yang tertinggi di Pulau Jawa memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. Namun ketinggian ini diukur berdasarkan level permukaan laut, bukan dari dasar lembah dari gunung. Sementara ketinggian gunung bawah laut yang ditemukan di Sangihe ini diukur dari lembahnya.



Koneksi Jakarta-Seattle



Banyak ilmuwan yang bekerja dari wilayah pesisir dengan menggunakan model eksplorasi lautan dengan siaran video langsung jarak jauh (telepresence). Holden dan para ilmuwan lainnya di Exploration Command Centers di Jakarta dan Seattle terhubung dengan Okeanos Explorer secara langsung melalui satelit dan jalur internet berkecepatan tinggi, dan dapat terhubung dengan awak kapal untuk menuntun jalannya ekspedisi.



Para ilmuwan Indonesia dan AS yakin bahwa dengan menyelidiki lautan yang belum pernah tereksplorasi sebelumnya maka akan banyak fenomena baru yang diperoleh dan informasi yang didapat untuk menambah pemahaman kita tentang ekosistem dan pengasaman laut serta dampak perubahan iklim.



“Keprihatinan yang berkaitan dengan laut, termasuk keamanan pangan dan perlindungan ekosistem laut yang mendukung perikanan, berdampak pada banyak negara termasuk Indonesia – sebuah negara yang terdiri dari 17.000 kepulauan,” kata Sugiarta Wirasantosa, ilmuwan utama Indonesia untuk ekspedisi bersama dan ketua tim periset Indonesia pada Badan Riset Kelautan dan Perikanan. “Untuk memahami dan mengelola hal-hal seperti itu, kita harus lebih dulu melakukan eksplorasi. Itulah alasan mengapa ekspedisi ini begitu penting," ujarnya dalam rilis yang diterima VIVAnews, 12 Juli 2010.



Petakan Dasar Laut Indonesia



Sejauh ini, Okeanos Explorer telah memetakan 2.400 mil persegi dasar laut di Indonesia, wilayah yang luasnya setara dengan luas Delaware. Pada pertengahan Juli, kapal riset dan perikanan milik Indonesia Baruna Jaya IV akan memetakan lebih banyak dasar laut dan menempatkan peralatan di kepulauan Kawio sebelum kedua kapal bertemu di Pelabuhan Bitung. Mereka akan dikerahkan kembali pada 21 Juli untuk terus mengeksplorasi lebih banyak lagi lautan yang belum terjamah dekat gugus kepulauan Sangihe dan Talaud. Ekspedisi tersebut akan rampung pada 14 Agustus.



“Ini sangat mirip seperti memecahkan teka-teki,” kata Holden. “Pertama-tama kami memetakan dasar laut, dan jika kami melihat sesuatu yang menarik, ilmuwan yang berada di darat dan staf yang berada di kapal menghentikan kapal untuk meletakkan lebih banyak alat sensor dan sistem di air," katanya.



Investigasi pendahuluan ini mencakup penempatan robot bawah air yang dinamai ROV, atau remotely-operated vehicle, di mana seorang pilot yang berada di kapal mengendalikan ROV yang berada jauh di bawah laut. ROV tersebut merupakan sebuah sistem berbadan dua yang dapat menyelam hingga ke kedalaman 13.000 kaki, dan apabila lampu dan kamera video berdefinisi tinggi di kedua instrumen dinyalakan, akan dapat dilihat langsung oleh ilmuwan di darat.



Misi NOAA adalah untuk memahami dan memprediksi perubahan-perubahan di lingkungan di muka bumi, mulai dari dasar laut hingga permukaan matahari, serta melindungi dan mengelola sumber daya pesisir dan laut.



• VIVAnews.com

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Bagaimana Pola Perjuangan Menegakkan Islam?

Sekarmaji Kartosuwiryo, mendirikan Negara Islam Indonesia (NII), yang disebut juga dengan Darul Islam (DI) serta Tentara Islam Indonesia (TII). NII dideklarasikan oleh Sekarmaji Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949. Dalam proklamasinya bahwa “Hukum yang berlaku dalam NII adalah hukum Islam”, dan lebih jelas lagi, dalam Undang-undangnya dinyatakan bahwa “Negara berdasarkan Islam”, dan “Hukum tertinggi adalah Al-Qur’an dan Hadist”.


Deklarasi yang dilakukan Sekarmaji Kartosuwiryo itu, sebagai akibat dari perjanjian antara Indonesia dengan Belanda, di mana daerah-daerah yang menjadi milik Republik Indonesia harus diserahkan kepada Belanda, dan yang tinggal hanya Yogyakarta. Jawa Barat, kala itu sudah dbawah pengaruh Sekarmaji Kartosuwiryo. Ia bukan hanya membentuk NII, tetapi juga membentuk tentara, yang dikenal TII. Maka, Sekarmaji Kartosuwiryo menolak untuk ‘hijrah’ ke Yogyakarta. Tokoh NII itu tetap bersama dengan pengikutnya berada di Jawa Barat.


Sekarmaji Kartosuwiryo yang menolak hasil perundingan antara Indoensia-Belanda, dan tetap berada di Jawa Barat, akhirnya konflik dengan Presiden Soekarno. Usaha-usaha penyelesaian konflik antara Sekarmaji Kartosuwirjo dengan Soekarno telah melalui cara-cara dialog, termasuk Presiden Soekarno mengutus Mohamad Natsir melakukan pertemuan dengan Sekarmaji Kartosuwiryo, tetapi gagal.


Sekarmaji Kartosuwiryo yang telah menguasai wilayah (teritorial) dan memiliki tentara (TII), akhirnya memilih perjuangan bersenjata (jihad) dalam menegakkan NII, dan akhirnya berhadapan dengan pemerintahan Soekarno. Konflik bersenjata antara Sekarmaji Kartosuwiryo dengan pemerintahan Soekarno, merupakan konflik bersenjata yang terpanjang dalam sejarah Republik Indonesia yang berlangsung selama lebih 13 tahun, dan berakhir dengan tertangkapnya Sekarmaji Kartosuwiryo dalam operasi pagar betis, dan kemudian Sekarmaji Kartosuwiryo di eksekusi bulan September tahun 1962.


Tokoh NII itu juga menolak untuk meminta ampun kepada pemerintah, yang sebenarnya akan menghindari hukuman mati baginya. Tetapi Sekarmaji Kartosuwiryo mengatakan, “Saya tidak akan pernah minta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno”.


Pola perjuangan dalam menegakkan cita-cita Islam model Sekarmaji Kartosuwiryo, mengalami kegagalan, dan berakhir dengan dieksekusinya tokoh yang menjadi pendiri gerakan itu.


Dibagian lain, tokoh-tokoh Islam pasca kemerdekaan melalui wadah partai politik, berusaha memperjuangkan tegaknya Islam sebagai dasar negara, di mana perjuangan mereka melalui parlemen, yang dilakukan partai-partai Islam, yang dipelopori Partai Masyumi, antara tahun 1955-1959, dan akhirnya gagal, bersamaan dengan keluarnya Dekrit Presiden Soekarno, yang membubarkan Konstituante, dan menyatakan kembali ke UUD’45.


Sampai akhirnya Partai Masyumi yang dipimpin oleh Mohammad Natsir itu, dibubarkan oleh Soekarno di tahun 1960. Dan, di era Orde Baru, para tokoh Masyumi ingin membangun kembali Partai, tetapi ditolak oleh Soeharto, saat menyelenggarakan Muktamar di Malang, tahun 1968. Di mana seorang tokoh Masyumi yang sangat moderat Mr. Mohamad Roem, di tolak pemerintah untuk memimpin Partai Parmusi, yang menjadi penjelmaan Masyumi.


Sesudah runtuhnya Soeharto, lahir era reformasi, di mana adanya kebebasan dalam menyatakan hak-hak dasar masyarakat, kembali lahir partai-partai politik. Tetapi, tokoh-tokoh Islam, yang ada tidak berani menegaskan jati diri mereka untuk mendirikan partai Islam. Seperti Abdurrahman Wahid, sebagai tokoh NU,dan cucu dari Kiai Hasyim Asy’ari, yang merupakan pendiri NU, justru mendirikan PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), yang bercorak nasionalis sekuler.


Demikian pula, Amin Rais yang mewakili kalangan Islam modernis, Muhammadiyah dan tokoh reformasi, tak juga berani mendirikan partai yang bercorak Islam. “Baju Islam terlalu sempit bagi saya”, ucap Amin. Maka, Amin mendirikan partai politik yang bernama PAN (Partai Amanah Nasional), yang sangat pluralis, di mana pengurusnya beraneka ragam golongan agama, seperti Budha, Kristen, Katholik, dan kalangan sekuler serta sosialis.


Ada PPP (Partai Persatuan Pembangunan) dan PBB (Partai Bulan Bintang), yang berasaskan Islam, saat momentum datang, yaitu dengan adanya perubahan UUD’45, tak berani memperjuangkan Piagam Jakarta masuk ke dalam UUD ’45. PPP dan PBB menarik usulannya saat menjelang paripurna dalam pembahasan perubahan UUD’45, karena Hamzah Has selaku Ketua PPP telah menjadi wakil presiden yang berpasangan dengan Megawati. Demikian pula, PBB yang waktu diwakili Yusril Ihza Mahendra, tak berlanjut usulannya dengan Piagam Jakarta, karena kepentingan politiknya sudah diakomodasi oleh Presiden Megawati, tidak lagi memperjuangkannya lagi cita-cita itu.


Belakangan PKS yang dulunya mendekritkan tentang jati dirinya sebagai partai dakwah, yang bercita-cita menegakkan Islam secara syamil (kaffah), sesudah berkoalisi dengan Presiden SBY, kini mengubah esensi dirinya, menjadi partai terbuka, karena ingin menjadi kekuatan ketiga dalam pemilu tahun 2014 nanti. Dengan perubahan PKS yang sudah menjadi partai terbuka, dan merubah anggaran dasarnya, yang memungkinkan golongan non-muslim menjadi anggota dan pengurus partai, maka hakekatnya sudah berubah menjadi partai 'sekuler'.


Dengan pola yang dilakukan Sekarmaji Kartosuwiryo perjuangan menegakkan Islam dengan kekuatan senjata mengalami kegagalan, dan melalui pola parlemen juga mengalami kegagalan, dan bahkan partai-partai Islam yang ada telah mengubah indentitas mereka.


Bagaimana pola perjuangan umat Islam di masa depan dalam menegakkan Islam di Indonesia, sampai terwujudnya sistem dan nilai Islam yang bersifat menyeluruh dalam kehidupan ini?


+++


Dengan ini dialog sebelumnya kami tutup, dan kami menyampaikan terima kasih atas perhatian dan partisipasinya. Kami mengharapkan pendapat dan sikap dari para pembaca.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Pengikut