ahmad hudori. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Kiat Praktis Mengatasi Asma pada Buah Hati Tercinta Anda

Pendahuluan

Artikel ilmiah populer berikut ini akan menjelaskan segala sesuatu tentang asma pada anak yang meliputi:

1.

Definisi
2.

Klasifikasi
3.

Etiologi (Penyebab)
4.

Epidemiologi
5.

Faktor Risiko
6.

Manifestasi Klinis
7.

Pemeriksaan Penunjang
8.

Diagnosis Banding
9.

Penatalaksanaan
10.

Pencegahan

Selamat membaca dan mengikuti…

Definisi

Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik sebagai berikut:

*

timbul secara episodik,
*

cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
*

musiman,
*

setelah aktivitas fisik,
*

ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Klasifikasi

Pembagian penyakit asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA, 2006) adalah sebagai berikut:

1.

Intermiten
2.

Persisten ringan
3.

Persisten sedang
4.

Persisten berat

Sedangkan Konsensus Pediatri Internasional III (1998) membagi derajat asma menjadi:

1.

Asma episodik jarang
2.

Asma episodik sering
3.

Asma persisten

Etiologi (Penyebab)

Faktor genetik berperan penting dalam asma. Saat ini ada sekitar 80 gen yang berhubungan dengan asma, salah satunya adalah gen ADAM-33 (a disintegrin and metalloprotease-33), gen yang ditemukan pada tahun 2002. Selain faktor genetik, penyebab asma adalah mukltifaktor.

Epidemiologi

Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada anak). Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% (Kartasasmita, 2002).

Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta), dan pada dewasa > 18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki.

WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi. Kematian anak akibat asma jarang.

Faktor Risiko

Berbagai faktor yang dapat memengaruhi terjadinya serangan asma, kejadian asma, berat ringannya asma, dan kematian akibat asma antara lain:

1.

Jenis kelamin

Prevalensi asma pada anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan.

1.

Usia

Umumnya gejala seperti asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada tahun-tahun pertama kehidupan.

1.

Riwayat atopi (alergi)

Laporan dari Inggris; anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi 2x lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rinitis alergi, atau eksema. Beberapa laporan juga membuktikan bahwa sensitisasi alergi terhadap alergen inhalan, susu, telur, atau kacang pada tahun pertama kehidupan, merupakan prediktor timbulnya asma.

1.

Lingkungan

Beberapa alergen yang dapat meningkatkan risiko menderita asma pada anak antara lain: serpihan kulit binatang piaraan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa.

1.

Ras

Prevalensi asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih (Steyer, dkk., 2003).

1.

Asap rokok

Prevalensi asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok.

1.

Outdoor air polution

Beberapa partikel halus di udara seperti: debu di jalan raya, nitrat dioksida, karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan meningkatkan gejala asma, namun belum didapatkan bukti yang disepakati.

1.

Infeksi saluran pernafasan

Infeksi RSV (respiratory syncytial virus) merupakan faktor risiko yang bermakna untuk terjadinya mengi di usia 6 tahun. Sedangkan infeksi virus berulang yang tidak menyebabkan infeksi saluran pernafasan bawah dapat memberikan anak proteksi terhadap asma.

Manifestasi Klinis

* Pada serangan asma ringan:

- Anak tampak sesak saat berjalan.

- Pada bayi: menangis keras.

- Posisi anak: bisa berbaring.

- Dapat berbicara dengan kalimat.

- Kesadaran: mungkin irritable.

- Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

- Mengi sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi.

- Biasanya tidak menggunakan otot bantu pernafasan.

- Retraksi interkostal dan dangkal.

- Frekuensi nafas: cepat (takipnea).

- Frekuensi nadi: normal.

- Tidak ada pulsus paradoksus (< 10 mmHg)- SaO2 % > 95%.

- PaO2 normal, biasanya tidak perlu diperiksa.

- PaCO2 < 45 mmHg* Pada serangan asma sedang:- Anak tampak sesak saat berbicara.- Pada bayi: menangis pendek dan lemah, sulit menyusu/makan.- Posisi anak: lebih suka duduk.- Dapat berbicara dengan kalimat yang terpenggal/terputus.- Kesadaran: biasanya irritable.- Tidak ada sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).- Mengi nyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasi.- Biasanya menggunakan otot bantu pernafasan.- Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya sedang.- Frekuensi nafas: cepat (takipnea).- Frekuensi nadi: cepat (takikardi).- Ada pulsus paradoksus (10-20 mmHg)- SaO2 % sebesar 91-95%.- PaO2 > 60 mmHg.

- PaCO2 < 45 mmHg* Pada serangan asma berat tanpa disertai ancaman henti nafas:- Anak tampak sesak saat beristirahat.- Pada bayi: tidak mau minum/makan.- Posisi anak: duduk bertopang lengan.- Dapat berbicara dengan kata-kata.- Kesadaran: biasanya irritable.- Terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).- Mengi sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop sepanjang ekspirasi dan inspirasi.- Menggunakan otot bantu pernafasan.- Retraksi interkostal dan suprasternal, sifatnya dalam, ditambah nafas cuping hidung.- Frekuensi nafas: cepat (takipnea).- Frekuensi nadi: cepat (takikardi).- Ada pulsus paradoksus (> 20 mmHg)

- SaO2 % sebesar < 90 %.- PaO2 < 60 mmHg.- PaCO2 > 45 mmHg

* Pada serangan asma berat disertai ancaman henti nafas:

- Kesadaran: kebingungan.

- Nyata terdapat sianosis (kebiruan pada kulit atau membran mukosa).

- Mengi sulit atau tidak terdengar.

- Penggunaan otot bantu pernafasan: terdapat gerakan paradoks torakoabdominal.

- Retraksi dangkal/hilang.

- Frekuensi nafas: lambat (bradipnea).

- Frekuensi nadi: lambat (bradikardi).

- Tidak ada pulsus paradoksus; tanda kelelahan otot nafas.

Pedoman nilai baku frekuensi nafas pada anak sadar:

Usia Frekuensi nafas normal

< 2 bulan < 60 x / menit2 – 12 bulan < 50 x / menit1 – 5 tahun < 40 x / menit6 – 8 tahun < 30 x / menitPedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak:Usia Frekuensi nadi normal2 – 12 bulan < 160 x / menit1 – 2 tahun < 120 x / menit3 – 8 tahun < 110 x / menitPemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan fungsi paru-paruPemeriksaan dapat dilakukan menggunakan peak expiratory flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE), pulse oxymetry, spirometri, muscle strength testing, volume paru absolut, kapasitas difusi.Pada uji fungsi jalan nafas, hal terpenting adalah melakukan manuver ekspirasi paksa secara maksimal. Pengukuran dengan manuver ini yang dapat dilakukan pada anak > 6 tahun adalah forced expiratory volume in 1 second (FEV1)dan vital capacity (VC) dengan spirometer serta pengukuran peak expiratory flow (PEF) atau arus puncak ekspirasi (APE) dengan peak-flow meter.

Pada Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, untuk mendukung diagnosis asma anak, dipakai batasan:

1.
1.

Variabilitas PEF atau FEV1> 15%,
2.

Kenaikan PEF atau FEV1> 15% setelah pemberian inhalasi bronkodilator,
3.

Penurunan PEF atau FEV1> 20% setelah provokasi bronkus.

Penilaian variabilitas sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama > 2 minggu.

1.

Pemeriksaan hiperreaktivitas saluran nafas

Uji provokasi bronkus dengan histamin, metakolin, latihan atau olahraga, udara kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik sangat menunjang diagnosis asma pada anak.

1.

Pengukuran petanda inflamasi saluran nafas non-invasif

Dapat dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil sputum (dahak) dan mengukur kadar NO ekshalasi.

1.

Penilaian status alergi

Pemeriksaan ini dapat membantu menentukan faktor risiko atau pencetus asma.

Pada serangan asma berat, pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah analisis gas darah (AGD) dan foto rontgen toraks proyeksi anterior-posterior (AP). Pada AGD dapat dijumpai peningkatan pCO2 dan rendahnya pO2 (hipoksemia).

Diagnosis Banding

Asma pada anak dapat didiagnosis banding dengan:

1.

GER
2.

rinosinobronkitis
3.

OSAS
4.

fibrosis kistik
5.

primary cilliary dyskinesis
6.

benda asing
7.

vocal cord dysfunction

Penatalaksanaan

A. Terapi Medikamentosa

*

Pada serangan asma ringan, diberikan obat pereda (reliever) berupa beta agonis secara inhalasi/oral, atau adrenalin 1/1000 subkutan 0,01 ml/kg berat badan/kali dengan dosis maksimal 0,3 ml/kali.
*

Pada serangan asma sedang, diberikan obat seperti di atas ditambah dengan pemberian oksigen, cairan intravena, kortikosteroid oral, dan dirawat di ODC (one day care) atau ruang rawat sehari.
*

Pada serangan asma berat, selain obat di atas, dilakukan pemberian aminofilin secara inisial dan rumatan. Kortikosteroid dapat diberikan secara intravena. Steroid oral dengan dosis 1-2 mg/kg berat badan/hari dibagi 3 diberikan selama 3-5 hari. Steroid yang dianjurkan adalah prednison dan prednisolon.

B. Terapi Suportif

Pengobatan suportif pada serangan asma diperlukan. Pada keadaan tertentu, misalnya terjadi komplikasi berupa dehidrasi, asidosis metabolik, atau atelektasis, diperlukan tindakan untuk mengatasinya. Pada keadaan khusus, misalnya adanya gangguan secara psikologis, maka peran psikolog atau psikiater anak sangat diperlukan karena stres merupakan salah satu faktor pencetus serangan asma.

C. Terapi Bedah

Biasanya tindakan bedah tidak diperlukan, kecuali jika timbul komplikasi berupa pneumotoraks. Pada keadaan pneumotoraks diperlukan pungsi dan bila diperlukan dilakukan pemasangan WSD (water seal drainage) untuk mengeluarkan udara dari pleura (selaput atau membran pembungkus paru-paru).

Berikut ini sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma, namun sebelum menggunakannya sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter atau dokter spesialis anak terdekat.

A. Steroid oral

1.

Prednisolon (nama generik)

Nama dagang: medrol, medixon, lameson, urbason.

Sediaan: tablet 4 mg.

Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.

1.

Prednison (nama generik)

Nama dagang: hostacortin, pehacort, dellacorta.

Sediaan: tablet 5 mg.

Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.

1.

Triamsinolon (nama generik)

Nama dagang: kenacort.

Sediaan: tablet 4 mg.

Dosis: 1-2 mg/kg berat badan/hari tiap 6 jam.

B. Steroid injeksi (suntikan)

1.

M. Prednisolon suksinat (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

1.
1.

Solu-Medrol, vial 125 mg, 30 mg/kgBB dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam, IV/IM.
2.

Medixon, vial 500 mg, 30 mg/kgBB dalam 30 menit (dosis tinggi) tiap 6 jam, IV/IM.

1.

Hidrokortison suksinat (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

1.
1.

Solu-Cortef, vial 100 mg, 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam, IV/IM.
2.

Silacort, vial 100 mg, 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam, IV/IM.

1.

Deksametason (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

1.
1.

Oradexon, ampul 5 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.
2.

Kalmetason, ampul 4 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.
3.

Fortecortin, ampul 4 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.
4.

Corsona, ampul 5 mg, 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8 jam, IV/IM.

1.

Betametason (nama generik)

Nama dagang, sediaan, dosis, jalur:

Celestone, ampul 4 mg, 0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam, IV/IM.

Pencegahan

Pengendalian lingkungan, pemberian ASI eksklusif minimal 6 bulan, penghindaran makanan berpotensi alergenik, pengurangan pajanan terhadap tungau debu rumah dan rontokan bulu binatang, telah terbukti mengurangi timbulnya alergi makanan dan khususnya dermatitis atopik pada bayi.

Di samping itu, setiap keluarga yang memiliki anak dengan asma haruslah melakukan pengendalian lingkungan, antara lain: menghindarkan anak dari asap rokok; tidak memelihara binatang berbulu seperti anjing, burung, kucing; memperbaiki ventilasi ruangan; mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.

Langkah preventif lainnya adalah pencegahan secara primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer (prenatal) dilakukan pada ibu hamil yang memiliki riwayat atopi (alergi) pada dirinya, keluarga, anak sebelumnya, atau pada suami. Pencegahan primer bertujuan mencegah terjadinya sensitisasi pada janin intrauterin (saat berada di dalam kandungan) dan dilakukan saat janin masih berada di dalam kandungan dan menyusu. Ibu hamil dan ibu yang sedang menyusui hruslah menghindari faktor pemicu (inducer) seperti: asap rokok atau makanan yang alergenik.

Pencegahan sekunder bertujuan mencegah terjadinya inflamasi (peradangan) pada bayi atau anak yang sudah tersensitisasi. Tergetnya adalah bayi atau anak yang memiliki orang tua dengan riwayat atopi. Antihistamin diberikan selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi dan riwayat atopi pada orang tua.

Pencegahan tersier bertujuan mencegah terjadinya serangan asma pada anak yang sudah menderita asma. Pencegahan berupa penghindaran pencetus maupun pemberian obat-obat pengendali (controller).

Referensi

Ada pada penulis.

Tentang Penulis: Dr Dito Anurogo
Dr Dito Anurogo Dr. Dito Anurogo, dokter online, penemu Hematopsikiatri, penulis buku dan ebook, pecinta budaya-sastra-seni-filsafat, yang pernah aktif di FLP (Forum Lingkar Pena) Semarang dan Member of IFMSA (International Federation of Medical Students' Associations). Prestasinya: pernah menjadi satu-satunya delegasi Indonesia untuk INTERNATIONAL TRAINING EXCHANGE PROGRAMME di Hungaria, satu-satunya Delegasi Indonesia untuk riset di Italia. Tulisannya menghiasi rubrik Kesehatan Suara Merdeka

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut