ahmad hudori. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Ayo...Belajar Politik dari Sepak Bola

 


Pertanyaan pertama yang timbul mungkin ya.. kenapa sepak bola? Apa ngga bisa belajar politik dari yang lain? Kok Sepak bola, ngga mutu ya.....
Jawabannya ya...bisa saja, dan silahkan menulis belajar politik dari renang, basket, getok ular, galasin, petak umpet, apa saja. Semua toh ada hikmahnya. Allah Saja memerintahkan kita melihat bagaiman unta diciptakan, agar kita mengambil pelajaran dan hikmah. Apa kurang afdol belajar dari yang lain ?, lagi pula di Indonesia tidak ada unta?. Wallahu A’lam. Namun saya berpendapat semua makhluq ciptaan Allah ada hikmahnya, Cuma kalau disebutkan semua di al-qur’an, misalnya lihatlah unta, gajah, kambing, kerbau, sapi, cicak, burung, dll, tentu akan sangat panjang ayatnya.( Didunia ini diperkirakan ada 2,5 juta spesies lebih makhluq hidup. Bayangkan bila disebutkan satu persatu )! Selain itu, saya juga pecinta sepakbola, ya mainnya, ya.. menontonnya.

Lebih menarik lagi, dan ini yang kelihatan agak ilmiah, sepak bola adalah suatu permainan yang ”complicated”. Dari sepakbola, banyak hal yang kita petik, tentu termasuk politik.
Tentu saja, agar kita dapat belajar dengan sebaik-baiknya, contoh yang kita ambil tentu bukan sepak bola Indonesia yang carut marut centang perenang, tapi sepakbola dinegara yang sudah maju persepakbolaannya.
Dalam sepakbola ada manajemen staffing, ada pelatih, ada wasit, ada goalkiper, ada penyerang, ada gelandang, ada back dan lain sebagainya. Manajemen staffing ini juga masih ditambah dengan formasi yang beragam. Misalnya 4-4-2, 4-3-2-1, 5-2-2-1, dan lain sebagainya.
Sepakbola juga mengenal strategi bermain. Ada Samba yang dimainkan oleh brazil, argentina dengan jogobonito, total presure football yang digadang Belanda, cattenacio ala italia, negatif footbal yang pernah dipakai uruguay, Kick and rush yang pernah ngetrend di Inggris, counter attack yang sering diperagakan tim eropa timur, jerman dengan dieselnya yang semakin lama semakin panas, sampai sepak bola gajah yang kadang dimainkan tarkam (antar kampung). Lho kok gajah ? Sepak bola gajah itu ya, sepak bola dengan sistem yang orang betawi bilang, ”Bola boleh lewat, orangnya jangan harap bisa lewat”!

Sepakbola juga punya yang namanya suporter. Suporter inipun bermacam-macam pula pola dan perilakunya. Di Italia, konon katanya, sepakbola sudah menjadi semacam agama. Orang lebih sering pergi ke stadion daripada kegereja. Inggris mengenal apa yang dinamakan hooligans. Indonesia, wah jangan ditanya, hampir tiap minggu terjadi keributan gara-gara suporter sepakbola yang mengamuk, mulai dari melempar botol, membakar kursi, bahkan sampai mengejar dan memukuli wasit sampai babak belur. Oleh karena itulah ada yang menyarankan wasit di Indonesia harus punya tiga kartu, yaitu kartu kuning, merah dan kartu berobat ke Puskesmas. Pasalnya, sudah bayaran tidak seberapa, babak belur pula.

Sepakbola juga sudah merupakan sebuah entitas bisnis yang luar biasa. Industri sepakbola sudah begitu besar dan assetnya luar biasa. Bayangkan, seorang ”Kaka”, ingin dibeli oleh Real Madrid dari AC Milan dengan harga 700 Milyard. Uang yang cukup untuk membuat 100 lebih STID DI al-Hikmah.
Kaderisasi di Sepakbola juga berjalan luar biasa. Sistem pembinaan di negara maju sudah sedemikain hebat. Mereka punya tim junior sampai beberapa lapis, dan punya liga selain liga utama sampai beberapa tingkat pula.
Fair Play menjadi satu filosofi dan semangat yang dijunjung tinggi oleh FIFA dan harus menjadi dasar dari permainan sepakbola seluruh dunia
Masih banyak lagi hal yang menarik dalam sepak bola yang kalau ditulis disini tentu akan memuat banyak tempat. Sesuai dengan niat kita, mari belajar politik dari sepak bola.


Hal yang menarik dari sebuah tim football adalah staffing yang begitu disiplin. Begitu pemain tidak disiplin, maka dipastikan, permainan akan kocar-kacir. Kiper maju ke depan, penyerang ngaso digawang, pelatih terjun kelapangan, apalagi sampai suporter kabur-kaburan ketika pertandingan sedang berjalan (yang ini hanya di Indonesia...mungkin). Disiplin inilah yang sempat dikagumi oleh Kyai kondang sekaliber KH. Zaiduddin MZ. Ummat Islam hendaknya seperti tim sepakbola, katanya. Saya setuju, bahkan dalam kehidupan berpolitik. Pemain sepak bola, adalah representasi dari orang-orang yang benar-benar mampu dan punya skill tinggi dalam bermain sepakbola. Jangan coba-coba menurunkan pemain yang tidak ahli, atau permainan tim akan menjadi rusak.

Politik adalah sebuah kerja bersama, semua harus mendukung, semua harus mengambil posisi masing-masing sesuai dengan yang sudah ditetapkan. Pemain politik, yang merupakan representasi orang banyak haruslah orang yang benar-benar ahli, bukan amatiran apalagi coba-coba. Bekerjalah dengan kedisiplinan sebuah tim. Saling mendukung. Tidak semua pemain harus menciptakan goal. Tidak semua pemain dapat menangkap bola. Orang seperti Nistelrooy, di Real madrid, tinggal menunggu umpan saja dari Raul atau Figo untuk mencetak goal. Bila semua berebut mencetak goal, maka justru tidak akan tercipta sebuah goal. Tidak semua orang harus berhasil atau terkenal, tidak semua orang nantinya akan muncul sebagai pemimpin. Namun , yang penting, tim memperoleh hasil memuaskan. Caranya, Kemampuan yang tinggi, Kerja sama yang kuat, legowo dengan peran masing-masing, dan disiplin dengan tugas.

Seorang pelatih, yang merupakan tokoh dibelakang lapangan (layar), juga dituntut punya strategi dan penempatan pemain yang baik dan tepat. Politik butuh strategi, politik butuh orang-orang yang tepat. Kadang-dalam suatu pertandingan, yang kita butuhkan bukan hanya kemenangan, walaupun itu perlu, tapi fairplay, main dengan cantik dan bersih. Jujur dan amanah. Seorang pelatih tidak segan-segan mengganti pemain dalam sebuah pertandingan jika tampil mengecewakan atau merusak permainan tim. Evaluasi yang cepat ini dapat menjadi contoh dalam politik. Jangan biarkan kesalahan berlarut, sedangkan waktu terus berjalan. Tidak ada seorang yang suci yang tidak tersentuh dalam sepakbola. Pemain sekelas Shevchenko dan Ronaldinho saja pernah dibangkucadangkan karena kinerjanya kurang baik. Dalam tim politik harusnya seperti itu. Tidak ada orang yang tidak tersentuh. Jika kinerjanya jelek, bermasalah, banyak catatan, tidak memuaskan, ya...jangan tunggu pemilu lagi. Pergantian Antar waktu dalam sepakbola adalah hal yang sangat biasa. Strategi pun harus tepat, apakah pakai ala samba, main bertahan, total presure, asal jangan sepakbola gajah. (Itu lho... yang penting menang dengan menghalalkan segala cara, yang haram juga ditabrak )

Meski sepak bola sudah menjadi industri, semua sepertinya dinilai dengan uang, namun azas profesionalisme dijunjung tinggi. Masih ingat kasus Juventus yang diturunkan ke serie B karena terlibat pengaturan skor (calciopoli), itu adalah bukti betapa sepak bola sangat menunjung sportivitas dan profesionalisme. Haram hukumnya seorang pemain menerima suap untuk menjatuhkan timnya sendiri. Seorang Nistelrooy, yang asal Belanda yang bermain di Real Madrid akan berusaha mati-matian untuk menjebol gawang Van der Saar temannya di Belanda namun bermain di MU, jika mereka bertemu. Sangat amat jarang terjadi, suap menyuap dalam tim sepakbola untuk kemenangan dalam sebuah liga sepakbola yang maju. Apalagi bila berbicara dalam konteks tim negara. Tidak pernah ada bahkan dalam sejarah sepakbola, suap menyuap dalam tim negara. Penghianatan besar bagi tim, bagi suporter sepak bola.

Spotivitas dijunjung tinggi. Jangan coba-coba mempertontonkan hal memalukan, seperti berkelahi, diving, main kasar dan sebagainya. Ganjarannya langsung, kartu kuning, merah bahkan skor beberapa pertandingan. Ingat kasus Murshid, bek indonesia di piala tiger awal 2000, yang dihukum tidak boleh bermain sepakbola skala nasoinal dan internasional seumur hidup! Ia membobol gawang sendiri secara sengaja untuk mengatur skor. Konon katanya suruhan dari atas. (ini juga hanya terjadi di Indonesia)


Politik kadang tidak terlepas dari uang, namun uang bukanlah segalanya. Sebuah tim politik, dengan orang-orang yang profesional, haram hukumnya bermain uang. Suap menyuap adalah penghianatan. Profesionalisme dan sportivitas adalah harga mati yang tidak bisa ditawar. ( Anda sudah dibayar, dapat tunjangan ini, itu, apa masih kurang juga!) Jangan mempertontonkan hal yang memalukan kepada masyarakat. Korupsi, kolusi, bermain kasar, pelanggaran, dagang sapi (kecuali Idul adha kali ya..), bahkan ini yang unik, pakai berkelahi segala digedung parlemen ! (Cuma di Indonesia). Sangat memalukan. Mari bermain fairplay dalam politik, karena anda sekalian disaksikan semua orang.


Suporter adalah nyawa sepakbola. Suporterlah yang membuat ramai pertandingan. Bahkan suporterlah yang menghidupkan sepak bola itu sendiri. Dinegara maju, suporter mereka sudah cerdas, walaupun kadang ada beberapa kasus yang memalukan. Suporter yang cerdas adalah suporter spotif, tidak anarkis, tidak lugu, punya pengetahuan dan kepedulian terhadap timnnya.

Tingkah polah merekapun macam-macam. Dari mulai bersorak untuk memberi semangat, marah jika timnya dicurangi, berkomentar, sampai memberikan masukan pada tim kesayangannya tentang pelatih yang harus diganti atau dipertahankan, pemain yang layak atau tidak layak, pemain yang harus didatangkan, dan yang labih menarik, penonton disana akan memberikan applaus kepada tim lawan bila mereka bermain cantik, dan sebaliknya memberikan cemoohan kepada tim kesayangannya bila mereka bermain buruk.


Suporter yang baik adalah suporter yang selalu memberikan masukan sebagai bentuk perhatian. Suporter yang selalu memberikan dukungan bila timnya bermain bagus, dan tentu saja memberikan catatan bahkan cemoohan bila timnya bermain buruk. Mereka tidak loyalitas buta untuk terus mendukung timnya sejelek apapun timnya bermain. Makanya, jangan heran bila dibanyak pertandingan kita menyaksikan ada suporter yang meninggalkan lapangan pertandingan sebelum berakhir sebagai protes terhadap timnya yang bermain buruk. Namun, suporter yang cerdas tidak anarkis. Lempar botol sebagai bentuk kekecewaan pun saat ini sudah jarang terjadi.


Tim yang tahu begitu berharganya suporter tentu sangat menjaga mereka. Banyak tim mendirikan Klub-klub suporter, misalnya MU Fansclub, Interisti, Milanisti, Aremania, Jackmania, dan lain-lain. Tim yang baik sekaliber Milan dan Madrid sangat mendengarkan saran dan masukan serta kepuasan suporternya, agar mereka tidak ditinggalkan. Jarang sekali mereka menyinggung perasaan suporter. Setiap masukan mereka terima, komentar buruk mereka terima. Cemoohan mereka terima. Untuk kemudian mereka memperbaiki timnya.
Kadang ada saja suporter yang berkomentar kepada pribadi pemainnya. Pemain sekaliber Ronaldo dan Ronaldinho, pemegang dua kali gelar pemain terbaik sejagad, pernah dicemooh suporter. Ketika permainan mereka menurun, suporter menuduh mereka kelebihan berat badan . Kelebihan berat badan ini katanya akibat dari perilaku hidupnya yang sering hura-hura (hidupnya mewah sih...), malas latihan dan sering keluar malam . Apakah mereka marah diserang sampai kepada kehidupan pribadinya! Ya, mereka marah sebentar, namun mereka cepat sadar, untuk kemudian kembali berlatih dan menjaga pola hidup mereka. Hasilnya terlihat sekarang, Ronaldo mulai membaik, Ronaldinho mulai menemukan permainannya kembali.


Politik butuh suporter. Bahkan tim politik tidak akan berdaya tanpa suporter. Suporter politik yang baik bukanlah yang manut. Istilah orang jawa Surga patut neroko nurut. Bila tim politik kita bermain baik, mari kita dukung. Bila tim kita bermain buruk, ya..wajar kalau kita kecewa, bahkan mencemooh. Asal jangan anarkis. Komentar bukanlah hal yang diharamkan sejauh dalam koridor akhlaq islami. Ini tim kita, kita yang support mereka. Bahkan kalau mereka terus menerus bermain jelek tanpa ada eveluasi, bisa jadi akan ditinggalkan suporter.


Tim politik yang baik juga jangan terlalu alergi dengan kritik dan cemoohan. Itu hal biasa. Mereka seperti itu karena mereka perhatian dan sayang kepada timnya. Politik sekarang sifatnya terbuka. Ini era informasi dan komunikasi. Segalanya serba transparant. Masyarakat sudah melek informasi. Mungkin ada dari suporter yang melihat anggota tim politik ”kegemukan” sehingga lamban dalam kinerja. Entah akibatnya karena gaya hidup model seperti Ronaldo, atau entah apa, Wallahu A’lam. Komentar mereka jangan ditafsirkan benci, apalagi ditakut-takuti dengan terbakarnya semua amal perbuatan seperti kayu bakar dimakan api. Asal tidak fitnah, ghibah dan anarkis, komentar adalah hak mereka. Mereka sudah berkorban ”membayar tiket”. Justru suporter yang diam saja akan tidak baik jadinya. Mereka tidak bisa memberikan masukan kepada tim. Mereka pasiv, atau mungkin mereka kurang menyimak pertandingan, sehingga mereka tidak tahu atau tidak mau tahu siapa yang bermain bagus atau jelek. Namanya suporter, bila mereka puas, tentu mereka akan loyal menjadi suporter. Namun bila mereka tidak puas, bukan tidak mungkin terjadi , mereka akan meninggalkan ”lapangan”/tim sebelum pertandingan berakhir (saya ngga sebut pemilu lho...).


Banyak lagi sebenarnya hal yang bisa kita petik. Namun intinya, bermainlah cantik, strategi yang baik, fairplay, junjung sportivitas dan profesionalitas, perhatikan suporter, maka niscaya permainan akan sangat menarik dan tim akan lebih maju.
 
Oleh: Ust. Sofyan Rizal, M.Si.
(Dosen STID DI AL -HIKMAH)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut