ahmad hudori. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Mahalnya Harga Sebuah Demokrasi

Ini menjadi bukti keseriusan Provinsi Jawa Barat dalam menerjemahkan "demokrasi" yang sesungguhnya, melebihi Provinsi lain bahkan 'Induk'nya sendiri yaitu Indonesia  yang sampai saat  ini masih menerapkan demokrasi setengah hati.

Pemilihan presiden dan anggota legislatif secara langsung memang memiliki nilai positif. Di antaranya mampu melahirkan sosok pemimpin yang benar-benar pilihan rakyat. Bukan pemimpin yang dihasilkan dari kolusi segelintir elit dan partai politik. Namun demikian juga memiliki nilai negatif yakni besarnya biaya yang harus dikeluarkan, rawan politik uang, dan munculnya polarisasi di masyarakat.

Masyarakat secara alamiah membentuk komunitas-komunitas. Tak jarang polarisasi tersebut memuncak menjadi konflik fisik yang merugikan masyarakat. Euforia kebebasan berpolitik ini sah-sah saja. Namun, bila tidak diimbangi dengan kedewasaan berdemokrasi para elit politik dan masyarakat maka akan memunculkan kondisi labil yang mengancam stabilitas nasional.

Sebagai contoh kongkret, menurut data yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat, biaya Pemilihan Umum 2009 diperkirakan menghabiskan dana sebesar Rp 48 triliun. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan biaya Pemilu 2004, yang secara total menghabiskan dana lebih kurang Rp 56 triliun.
Besarnya biaya demokrasi ini juga bisa terlihat dari biaya yang dikeluarkan tiap-tiap calon legislatif dari seluruh partai peserta Pemilu 2009. Di kota Bandung, tempat saya tinggal. Saya mendapatkan konfirmasi bahwa untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg), biaya minimal yang harus keluar dari dana pribadinya untuk DPRD kota kabupaten sebesar 50 - 250 juta lebih. Belum lagi bagi caleg DPRD Provinsi yang diperkirakan berkisar 300 – 1 Miliar. Sedangkan untuk DPR RI dipatok pada angka kisaran di atas 1 miliar.
Belum lagi jika kita hitung total biaya pemilihan kepala daerah (pilkada) di sejumlah daerah di Indonesia, yang menurut hasil penelusuran lembaga survey nasional, pilkada telah berlangsung sebanyak 345 pilkada. Jika diambil rata-rata biaya pilkada di seluruh Indonesia secara keseluruhan sebesar minimal Rp 50  miliar maka total biaya pesta demokrasi ini telah menghabiskan dana hampir Rp 17,2 triliun.

Kita tentu saja berharap, alangkah bermanfaatnya dana tersebut jika digunakan bagi kemaslahatan masyarakat dalam kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat seperti pemberdayaan masyarakat, pengentasan kemiskinan, membuka lapangan kerja, pembangunan sarana dan prasarana publik, dan pendidikan gratis.

Pemilihan presiden dan anggota legislatif secara langsung juga menunjukkan ada peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia, yakni membuka kesempatan bagi rakyat melalui pemilu untuk menentukan sendiri calon pemimpin mereka.
Selain itu, juga akan memutus kesenjangan antara aspirasi rakyat dan para wakil rakyat dalam proses pemilihan pemimpin yang semula dipilih oleh DPR/DPRD serta mampu meningkatkan akuntabilitas presiden dan anggota legislatif terpilih kepada konsituen yang telah memilihnya.

Namun demikian kita masih berharap pesta demokrasi dengan biaya sangat-sangat mahal ini benar-benar ditujukan untuk niat yang benar yakni untuk menjadi fasilitator aspirasi rakyat, dan bukan sebaliknya yaitu untuk mencari keuntungan pribadi saja.
Akhirnya, semoga pemimpin-pemimpin terpilih kelak benar-benar dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat, penyambung lidah menuju kehidupan yang lebih baik lagi. Karena begitu mahalnya harga sebuah demokrasi.

Oleh Dedy Ahmad Sholeh*Penulis adalah Wartawan Alhikmah Bandung

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar

Pengikut